Home Kesehatan Sistem Pelayanan Berkelanjutan, Personalisasi Layanan Kesehatan, Ubah Kehidupan Pasien

Sistem Pelayanan Berkelanjutan, Personalisasi Layanan Kesehatan, Ubah Kehidupan Pasien

Jakarta, Gatra.com – Sistem kesehatan di Indonesia mulai membaik setelah laju pandemi COVID-19 terkendali. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, inovasi dalam perawatan kesehatan dan infrastruktur menjadi semakin signifikan. Karena itu, sistem pelayanan kesehatan yang berkelanjutan, dukungan multisektoral dan peningkatan perawatan pasien melalui personalisasi kesehatan menjadi hal yang penting diperhatikan.

Pemerintah dilaporkan mengalokasikan sebesar Rp255,3 triliun atau 9,4% dari total APBN tahun 2022, dengan salah satu fokus untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien. Transformation Lead of PHC and FMI Roche Pharma International, Devmanyu Singh menyatakan, dalam menghadapi pandemi COVID-19 selama beberapa bulan terakhir, terlihat kolaborasi yang tinggi antar pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan bersama.

“Bayangkan, apa saja bisa kita capai jika kita berkolaborasi dengan cara yang sama untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh kanker dan penyakit lainnya. Dengan memanfaatkan kemajuan dalam ilmu klinis dan teknologi kesehatan digital, kita dapat membangun sistem perawatan kesehatan yang memberikan solusi berkualitas tinggi kepada masyarakat secara berkelanjutan,” kata Devmanyu dalam konferensi pers virtual di Jakarta pada Sabtu, 13 November 2021.

Penciptaan infrastruktur data kesehatan terintegrasi, lanjut Devmanyu, didukung oleh kebijakan berbagi data yang tepat dapat memungkinkan sistem kesehatan memberikan pelayanan kesehatan berkualitas dan berbasis data. “Ini berarti mengalokasikan sumber daya yang ada untuk intervensi berdampak tinggi sambil meminimalkan pengeluaran yang kurang efisien dan dapat dihindari dalam sistem. Hal ini menjadi visi kami untuk memungkinkan semua orang di Indonesia mendapatkan manfaat dari kemajuan terbaru dalam pelayanan kesehatan,” Devmanyu menambahkan.

Personalisasi layanan kesehatan memungkinkan setiap orang memiliki akses kesehatan yang lebih baik dengan biaya yang relatif rendah. Pendekatan ini mengubah model sapu jagat (one-size-fits-all) dalam penanganan penyakit menjadi lebih terpersonalisasi. “Nantinya, ketika seorang pasien datang ke sebuah fasilitas kesehatan, gejala dan hasil laboratorium mereka akan dibandingkan dengan jutaan pasien serupa dan dicocokkan dengan jenis perawatan yang terbukti memiliki potensi keberhasilan tertinggi,” ujar Devmanyu.

Kemajuan sains dalam dunia kedokteran telah mendukung kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan. Dengan mengikuti perkembangan ilmu hayati manusia (genomik dan berbagai omik lainnya) serta didukung oleh revolusi digital dalam sistem layanan kesehatan akan memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana cara memberikan pelayanan kesehatan ke seseorang dengan tepat. Pergeseran ke personalisasi layanan kesehatan kemudian menjadi penting, mengingat jumlah pasien penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia meningkat setiap tahunnya.

Menurut laporan World Bank, PTM berkontribusi sekitar 76% terhadap kematian di Indonesia per 2019. “Namun untungnya, sebagian besar kasus dapat tertangani dan terobati jika dapat dideteksi sejak dini,” ucap Principal Research Fellow Eijkman Research Center for Molecular Biology, National Research and Innovation Agency, Herawati Sudoyo.

Bicara tentang kesiapan Indonesia dalam bidang personalisasi layanan kesehatan, dirinya mengutip publikasi Personalized Healthcare Index yang diterbitkan inisiatif FutureProofing Healthcare dan dipimpin oleh panel 15 ahli kesehatan terkemuka di Asia-Pasifik. Di mana Indonesia berada di peringkat ke-11 dari 11 negara yang diukur. Indeks tersebut menggambarkan kesiapan dari empat pilar; informasi kesehatan, layanan kesehatan, teknologi yang dipersonalisasi, dan konteks kebijakan.

“Hasil laporan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada pada tahap awal transisi ke personalisasi layanan kesehatan. Seperti di banyak negara Asia Pasifik lainnya, kesenjangan yang signifikan pada akses dan kualitas kesehatan terletak pada disparitas antara perkotaan dan pedesaan,” kata Herawati.

Di lain sisi, Indonesia telah merumuskan kebijakan dan strategi untuk mendorong pengembangan fondasi untuk personalisasi layanan kesehatan. Hasilnya, beberapa layanan kesehatan berbiaya rendah yang dapat diakses secara digital, seperti Telehealth yang dapat digunakan oleh berbagai kalangan.

“Peningkatan investasi dalam penelitian dan pengembangan layanan kesehatan, ditambah dengan perencanaan yang menekankan kesetaraan dan peningkatan kapasitas di semua bagian ekosistem kesehatan, berperan penting untuk menggerakkan Indonesia untuk mencapai sistem personalisasi layanan kesehatan yang merata,” pungkas Herawati.

618