Home Gaya Hidup Ngayogjazz 2021: Tetap Ngejazz di Desa dan Waspadai Corona

Ngayogjazz 2021: Tetap Ngejazz di Desa dan Waspadai Corona

Sleman, Gatra.com - Ajang musik jazz Ngayogjazz bakal digelar kembali di Dusun Karang Tanjung, Pandowoharjo, Ngaglik, Sleman, Sabtu (20/11) mendatang. Konser musik jazz di tengah desa ini sekaligus menjadi ajang doa dan edukasi untuk tetap mewaspadai Covid-19.

Agenda tahunan ini telah memasuki penyelenggaran ke-15 dan mengambil tema "Tetep Ngejazz lan Waspada". Tema tersebut merupakan plesetan dari ungkapan Jawa 'tetep eling lan waspada'.

Pegiat seni, Bambang Paningron, menjelaskan tajuk Ngayogjazz 2021 itu merupakan perwujudan upaya kreatif Ngayogjazz untuk tetap berkesenian sembari tetap mewaspadai situasi pandemi. Kewaspadaan itu tercermin dari penerapan protokol kesehatan di acara, seperti pembatasan pengunjung dan pengurangan panggung.

"Jika biasanya ada banyak panggung, sampai lima, tahun ini ada tingga panggung yang kami beri nama panggung Bregas, Waras, dan Saras. Ini juga sebuah doa bagaimana kita bisa menjaga kesehatan, bugar, dan nyaman," tutur Bambang dalam jumpa pers Ngayogjazz, di Sleman, Senin (15/11).

Agenda tahun ini digelar di Dusun Karang Tanjung yang menjadi lokasi Ngayogjazz tiga kali. Desa ini punya program kampung iklim demi menjaga kelestarian alam dan sejumlah potensi budaya. Konser digelar langsung di desa tersebut dan dapat dinikmati pula secara daring di www.ngayogjazz.com.

Penonton yang akan hadir mesti membeli paket produk UMKM Desa Karang Tanjung seharga Rp50 ribu per orang di aplikasi Visiting Jogja. Paket ini termasuk voucher makan minum dan biaya parkir di lokasi acara.

Ngayogjazz 2021 akan menampilkan sejumlah musisi seperti Krakatau Ethno, Balawan & Brayat, Endah Laras, Nita Aartsen & JogJaC Team, Kua Etnika & Peni Candra Rini, Frau, Peemaï dari Perancis, Papua Original, Mario Zwinkle and Joyosudarmos, Noto dan Swingayogya, dan sejumlah komunitas jazz di Nusantara.

Seniman Butet Kartaredjasa menyebut Ngayogjazz mau tak mau membuatnya teringat pada mendiang sang adik, Djaduk Ferianto, pencetus Ngayogjazz.

"Api semangatnya ternyata masih berkelanjutan sebagai gerak kebudayaan. Ngayogjazz bukan sekadar showbizz dan entertain, tapi suatu kemasan dari suatu gerak kebudayaan," katanya.

Menurut Butet, gerak kebudayaan itu dimulai saat konser jazz dengan musisi ternama, lokal hingga internasional, ini digelar gratis. "Ngayogjazz tidak menjual tiket, beda dengan panggung jazz dunia yang tiketnya mahal," kata dia secara daring.

Agenda itu juga mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, dari pemda, swasta, hingga warga setempat. Menurut dia, itu artinya masih ada pihak-pihak yang mau memberi pehatian dan merawat kebudayaan.

"Ini juga bukan perform elitis tapi jadi bagian masyarakat. Masyarakat tani Jawa yang tidak kenal musik jazz tiba-tiba punya kesadaran menyiapkan yang terbaik, menjalin persaudaraan dengan semua yang datang. Ini contoh kemjemukan bangsa ini yang bukan statement kosong tapi menjelma sebagai tindakan," tuturnya.

Kepala Dinas Pariwisata Daerah Isitmewa Yogyakarta, Singgih Raharjo, mengapresiasi Ngayogjazz yang digekar dalam kewaspadaan terhadap pandemi seperti tercermin dari tajuk dan diksi di acara ini.

"Penyelenggaran Ngayogjazz tentu dengan limitasi ketat karena masih pandemi. Ini juga jadi momentum untuk memberikan edukasi pada masyarakat bagaimana event digar di masa pandemi," kata dia.

Untuk itu, pengunjung Ngayogjazz harus memenuni persyaratan, yakni berusia di atas 12 tahun, mengakses aplikasi Visiting Jogja, sehat jasmani dan rohani, telah melakukan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap, dan menerapkan protokol kesehatan selama berada di lokasi acara.

293