Home Apa Siapa Tofan Mahdi dan Selaksa Cerita 'Pena di Atas Langit'

Tofan Mahdi dan Selaksa Cerita 'Pena di Atas Langit'

Jakarta, Gatra.com - Rangkaian 237 halaman tulisan itu nampak terstruktur mengusung ragam pesan moral.

Penempatan tiap judul cerita di buku berjudul 'Pena di Atas Langit' itu seperti sudah dirancang sebagai gambaran hidup dan kehidupan yang sesungguhnya.

Lihatlah sederet judul cerita yang dikemas oleh Tofan Mahdi --- sang penulis buku itu --- yang berjejer pada Bab satu hingga lima, juga enam dan tujuh.

Lelaki 47 tahun ini secara lugas dan bernas menggambarkan betapa luasnya ruang jelajah manusia di muka bumi ini.

Betapa beragamnya pernik kehidupan di ruang jelajah yang maha luas itu digambarkan oleh Kepala Komunikasi PT Astra Agro Lestari Tbk dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) ini pada hampir semua Bab.

Kepala Komunikasi PT. Astra Agro Lestari Tbk dan GAPKI, Tofan Mahdi. foto: (GATRA/Ist)

Yang membikin unik, sarjana ekonomi jebolan Universitas Muhammadiyah Jember ini, berangsur menyudahi semua cerita itu dengan prinsip yang sesungguhnya.

Bahwa apapun itu, kecintaannya terhadap 'Ibu Pertiwi' di atas segala warna-warni cerita tadi.

Dan seberapa jauhpun dia melangkah, dia berusaha mengatakan bahwa memahami keagungan Tuhan dan mensyukuri segala nikmat, adalah puncak dari semua perjalanan itu, termasuk perjalanannya memperjuangkan hidup dikala pandemi dan dikala berhadapan dengan rumitnya hidup.

Puncaknya, dia kemudian sadar, bahwa apapun yang dia gapai dan capai hingga sekarang, tak lepas dari kelembutan seorang perempuan yang telah melahirkan, membesarkan dan mendoakannya; ibu.

"Begitulah adanya dan saya mengakhiri lembaran buku ini dengan cerita tentang ibu saya, layaknya pada Pena di Atas Langit 1 yang sudah beredar dua tahun lalu," kata magister hubungan internasional Universitas Paramadina, Jakarta ini saat berbincang dengan Gatra.com, kemarin.

Kini buku setebal 336 halaman itu sudah terbang dan berpindah kepada ribuan tangan di berbagai daerah, bahkan ke mancanegara dan tak terkecuali kepada gurunya; Dahlan Iskan.

"Saya paling takut dicap sebagai orang yang lupa diri dan lupa sejarah. Saya tidak berarti apa-apa tanpa banyak orang yang menopang saya. Itulah makanya, sederet sahabat saya dengan senang hati menguntai kata di dalam buku ini," kata mantan Wakil Pimpinan Redaksi Jawa Pos ini.

Tak mudah merangkai isi buku tadi menjadi sebuah struktur bacaan yang enak dibaca. Apalagi di tengah kesibukan Tofan yang sangat padat.

Namun itu tadilah, meski sebagai corong sawit nasional, Tofan tetap tunak dengan darah jurnalis yang sudah lama mengalir di tubuhnya, bahkan sejak masih kuliah.

Jadi, lantaran buku itu penuh dengan cerita pernik kehidupan berselipkan ilmu pengetahuan, tak salah jika anda juga harus menggenggam buku itu, buku yang sarat dengan inspirasi tentunya.


 

303