Home Kesehatan Epidemiolog UGM: 80 Persen Penduduk Indonesia Kemungkinan Telah Terinfeksi Varian Delta

Epidemiolog UGM: 80 Persen Penduduk Indonesia Kemungkinan Telah Terinfeksi Varian Delta

Yogyakarta, Gatra.com - Epidemiolog UGM Citra Indriani menyebut kemungkinan besar 80 persen penduduk Indonesia telah terinfeksi Covid-19 varian Delta. Namun terbentuknya imunitas kelompok dan percepatan vaksinasi menurunkan kasus positif.

“Infeksi Covid-19 lebih dari 50 persen adalah asimtomatis. Mungkin 80 persen penduduk kita telah terinfeksi (varian) Delta. Namun kalau sudah terinfeksi sedemikian banyak apakah sudah memiliki imunitas kelompok, dan tidak ada ancaman gelombang ketiga?” kata dia, Sabtu (20/11).

Ia menjelaskan, imunitas kelompok terbentuk secara alamiah saat tubuh memiliki antibodi yang spesifik untuk strain virus tertentu. Imunitas alamiah ini menjadikan tingkat penularan kasus menurun.

Citra mengatakan, sebagian besar infeksi natural terjadi karena strain virus tertentu. Dengan begitu, imunitas alamiah yang terbentuk saat ini kemungkinan tidak bisa diandalkan apabila strain baru virus penyebab Covid-19 datang.

“Vaksinasi berperan besar mencegah keparahan sakit, karena meskipun sudah divaksin masih punya potensi terinfeksi dan menjadi sakit,” tuturnya.

Citra telah meneliti data pasien yang terinfeksi saat gelombang Covid-19 pada Januari lalu yang kembali terinfeksi varian Delta pada Juni-Juli, juga kasus-kasus kematian. Menurutnya, para pasien tersebut belum memiliki riwayat menjalani vaksinasi.

Saat ini program vaksinasi sudah menjangkau 208 juta penduduk dan 88 juta di antaranya sudah mendapat dosis vaksin lengkap.

Dirinya berharap percepatan vaksinasi lansia dan penyisiran wilayah berperan dalam mitigasi keparahan infeksi SARS-COV2. Kalaupun gelombang 3 terjadi, menurut dia, sistem kesehatan tidak lagi menghadapi kasus-kasus berat seperti pada Juli lalu.

Dengan angka kasus positif baru setiap hari rata-rata kurang dari 400 kasus, kebijakan pembatasan mobilitas dengan PPKM level 3 jelang Natal dan tahun baru sudah tepat dilakukan. Namun begitu, Citra menyatakan, peningkatan mobilitas masyarakat sekarang ini memang tidak bisa dihindari.

“Kenaikan mobilitas adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari. Kalau kita lihat dari satu setengah tahun pandemi, gelombang kenaikan selalu diawali dengan peningkatan mobilitas, saat Natal-tahun baru dan pasca-Lebaran,”ujarnya.

Penerapan PPKM level 3 jelang Natal dan tahun baru menurutnya sebagai bagian upaya pengendalian agar tidak terjadi penularan secara masif.

Naik turun level PPKM harus dijalani dan warga harus terus beradaptasi dengan situasi pandemi. Hal ini karena tak ada kepastian kapan pandemi berakhir.

“Meskipun kita batasi, mobilitas tetap terjadi namun tidak semasif apabila tidak diberlakukan pembatasan. Pembatasan kerumunan dan mobilitas sesuai pembelajaran sebelumnya bahwa gelombang kita diawali pada periode Natal-tahun baru serta Lebaran. Apalagi negara-negara tetangga saat ini sedang mengalami gelombang Delta varian AY.4.2,” jelasnya.

Pembatasan mobilitas dan penerapan protokol kesehatan harus terus dilakukan hingga seluruh penduduk betul-betul aman dari infeksi Covid-19 dan vaksinasi sudah mencapai target di seluruh negara.

“Indonesia masih akan menghadapi kasus Covid-19 selama angka vaksinasi dunia belum mencapai target. Yang diperlukan saat ini adalah mengubah mindset dan menerima kenyataan kita hidup berdampingan dengan pembatasan mobilitas,” jelas Citra.

 

19536