Home Hukum SDI Berikan Hasil Eksaminasi Putusan MK Perkara Pilkada Yalimo ke Pemerintah

SDI Berikan Hasil Eksaminasi Putusan MK Perkara Pilkada Yalimo ke Pemerintah

Jakarta, Gatra.com – Pengurus Pusat Serekat Demokrasi (PP SDI) menyampaikan telah menyampaikan hasil eksaminasi publik atas putusan MK Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 soal sengketa Pilkada Yalimo, Papua, kepada pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Umum (Ketum) PP SDI, M. Adrean Saefudin, dalam keterangan pers yang diterima pada Minggu (21/11), mengatakan, pihaknya juga telah menyampaikan hasil eksaminasi tersebut ke lembaga-lembaga dan instansi penegak hukum. Ia menyebut bahwa putusan tersebut cacat hukum.

“Agar hal prinsip terkait dengan demokrasi menjadi perhatian yang paling utama demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum di seluruh masyarakat Indonesia, khususnya di Kabupaten Yalimo Provinsi Papua,” ujar Andrean.

Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil eksaminasi publik tersebut, setidaknya terdapat 5 poin kejanggalan dalam putusan MK Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 soal sengketa Pilkada Yalimo tersebut.

Pertama, lanjut Andrean, MK tidak konsisten dalam menerapkan Pasal 158 Ayat (2) huruf a Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.

Kedua, Putusan MK No. 145/PHP.BUP-XIX/2021 sangat dangkal dan kontroversial serta telah mencederai prinsip demokrasi dalam Pemilihan Umum serta asas keadilan dan kepastian hukum.

Ketiga, MK diduga telah menyelundupkan kewenangannya dengan mendiskualifikasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati mengenai persyaratan calon karena sengketa administrasi merupakan kewenangan Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesuai dengan ketentuan perundangan.

Keempat, MK tidak berwenang memberikan pertimbangan hukum terkait kasus pidana umum atas nama Erdi Badi yang sudah diselesaikan secara hukum adat Papua, sehingga tidak dapat diperiksa kembali pada Pengadilan Negara yakni Pengadilan Negeri sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1664K/Pid/1988 tertanggal 15 Mei 1991 dan seseorang tidak dapat dihukum dua kali untuk kasus yang sama (azas nebis in idem).

Terakhir atau kelima, MK diduga telah melanggar hukum acara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang karena tidak melakukan pemeriksaan terhadap saksi fakta dan ahli.

Ia menyebutkan bahwa eksaminasi ini merupakan bentuk keterlibatan publik dalam melakukan pengawasan. Eksaminasi juga dilakukan untuk memberikan masukan yang sangat berarti untuk melahirkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

264