Home Hukum Hamili Perempuan Dipecat, Eh Menggugat, Jadilah Polisi yang Taat Aturan Agar Tidak Dipecat

Hamili Perempuan Dipecat, Eh Menggugat, Jadilah Polisi yang Taat Aturan Agar Tidak Dipecat

Kupang, Gatra.com- Menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bukanlah merupakan perjalanan yang mudah. Melalui sebuah perjuangan yang panjang. Mulai dari seleksi administrasi, tes psikologi, tes kompetensi, hingga tes akademik harus dilewati sebelum dapat menjabat sebagai anggota. Karena itu setlah jadi polisi harus taaat aturan yang ada.

“Jadilah seorang anggota polisi yang baik dan taat aturan. Harus menaati kode etik dan aturan yang sudah ditetapkan. Jika melakukan pelanggaran, maka akan ada prosedur yang harus dijalani dan mendapat sanksi yang sepadan. Salah satunya adalah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH),” kata Kapolda NTT kata Irjen Pol Drs. Lotharia Latif, S.H., M.Hum ( 23/11 ).

Penegasan Irjen Lotharia ini terkait salah satu mantan anggota Polri bernama Johanes Imanuel Nenosono menggugat Kapolda NTT ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang. Gugatan itu dilayangkan yang bersangkutan lantaran tidak menerima di PTDH alias dipecat dari dinas Polri. Johanes telah dipecat bersama 12 orang lainnya pada bulan September 2021 lalu.

Menjadi anggota Polri itu jelas Irjen Lotharia memang berat. Ini karena diikat oleh aturan yang juga sangat ketat yang tidak boleh dilanggar tentang kode etik, disiplin dan pidana.

“Anggota Polri itu banyak aturannya. Wajib hukumnya untuk ditaati. Baik internal Polri baik itu etika, disiplin atau pidana. Jika kemudian tidak taat aturan tersebut pasti akan disangsi. Terberat melalui tahapan proses sidang kode etik, pasti dipecat, di PTDH,” tegas Irjen Lotharia.

Karena itu lanjut Irjen Lotharia, Polri tidak akan melindungi setiap anggota yang telah merugikan dan mencoreng nama baik institusi bahkan melukai hati masyarakat.

"Jangan karena hanya beberapa perbuatan anggota yang merugikan dan melukai hati masyarakat dibiarkan bahkan dilindungi. Ini tentunya mencemarkan dan merusak citra Polri di masyarakat. Anggota semacam ini wajar dipecat,” tegas Irjen Lotharia.

Seperti diberitakan Gatra.com sebelumnya Seorang pecatan anggota Polri bernama Johanes Imanuel Nenosono berpangkat Bripda menggugat Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang. Gugatan itu dilayangkan yang bersangkutan lantaran tak menerima diberhentikan tidak dengan hormat alias dipecat dari dinas Polri.

Terkait adanya gugatan itu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto, menyatakan pihaknya siap menghadapi gugatan tersebut. "Ini Surat panggilan dari Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang nomor : 33/G/2021/PTUN-KPG tanggal 10 November 2021,” katanya Ahad (21/11) lalu, seraya menunjukan surat panggilan tersebut.

Mantan Anggota Polres Timor Tengah Selatan (TTS) yang dipecat pada bulan September 2021 lalu jelas Kombes Pol Krisna, berdasar surat Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT) nomor: KEP/393/IX/2021. Alasannya, karena melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri, sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 Ayat (1) huruf B, pasal 11 huruf C Peraturan Kapolri nomor : 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

“Soal gugat ke PTUN itu adalah haknya. Polda NTT telah menyiapkan langkah hukum menghadapi gugatan tersebut. Silakan mengajukan gugatan ke PTUN, itu hak yang bersangkutan. Polda NTT siap dan akan menyiapkan tim untuk menghadapi gugatan tersebut. Karena Polda NTT sudah melaksanakan proses yang benar. Keputusan pemberhentian tidak dengan hormat ( PTDH ) sudah melalui rapat dewan pertimbangan pimpinan dengan melibatkan pimpinan di masing-masing pimpinan satuan kerja ,” jelas Kombes Pol Krisna.

Keputusan pemberhentian dengan tidak hormat ( PTDH ) terhadap anggota Polri kata Kombes Pol Krisna merupakan keputusan yang telah dilakukan secara cermat. “Keputusan pemberhentian dengan tidak hormat ( PTDH ) sudah melalaui beberapa tahapan proses persidangan. Ini sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan yang berlaku di dalam lingkungan Polri,” katanya.

Lebih lanjut Kombes Pol Krisna menyebutkan bahwa Johanes Imanuel Nenosono diberhentikan karena melakukan perbuatan asusila. Telah menghamili seorang wanita dan hingga yang bersangkutan melahirkan. Namun atas perbuatan tersebut Johanes tidak mau bertanggungjawab bahkan menyuruh korban untuk menggugurkan kandungan dengan alasan akan mengganggu pekerjaannya.

“Ini sesuai fakta persidangan. Tidak hanya itu selain menghamili wanita hingga melahirkan dan tak bertanggungjawab, berdasarkan fakta persidangan ia juga melakukan hubungan badan dengan perempuan lain sebanyak tiga kali tanpa hubungan pernikahan. Selain itu disersi atau meninggalkan tugas tanpa alasan yang sah dan tanpa ijin dari pimpinan lebih dari 30 hari, pelanggaran kumulatif,” ungkap Kombes Pol Krisna.

10999