Home Ekonomi FAB Ajak Gen Z dan Milenial Gabung Y Kembangkan Industri Kreatif

FAB Ajak Gen Z dan Milenial Gabung Y Kembangkan Industri Kreatif

Jakarta, Gatra.com – Founder dan CEO Fantastis Anak Bangsa (FAB), Fritz B. Tobing, mengatakan, pihaknya terus berupaya memajukan industri kreatif dengan menciptakan sebuah ekosistem bisnis industri kreatif di Indonesia, melalui platform bisnis kreatif.

Fritz mengatakan, salah satu yang dilakukan pihaknya adalah menggelar festival kreatif terbesar, yakni Ideafest. IdeaFest merupakan festival yang menjadi rumah wawasan atas bakat kreatif dari semua keahlian dan pengalaman, yang dapat membantu mendorong ide-ide insan kreatif ke depannya.

Fritz dalam keterangan pers pada Selasa (30/11), menyampaikan, IdeaFest menghubungkan komunitas dan membangun jaringan kreatif guna menciptakan kolaborasi, yang diharapkan dapat mendorong anak muda untuk berkembang dan menciptakan ide-ide yang kreatif dan inovatif.

Soal FAB, ia menjelaskan bahwa platform bisnis kreatif yang dibangun pihknya adalah untuk menciptakan ekosistem industri kreatif di Indonesia. Hadirnya FAB platform bisnis kreatif ini membuat para pengusaha kreatif anak bangsa yang terkoneksi di dalamnya bisa memperoleh dukungan teknologi, pendampingan, pendanaan, sumberdaya, hingga jaringan bisnis.

Dengan demikian, lanjut Fritz, akan semakin cepat terbentuk ekosistem bisnis kreatif yang besar dan solid. Tentunya dengan terbentuknya ekosistem yang seperti itu, otomatis dapat mendorong roda perekonomian bangsa.

Ia mengungkapkan, saat ini ekonomi kreatif bukanlah hal baru. Jika melihat siaran online atau membeli berita dari laman daring, berlangganan layanan streaming hiburan atau pergi ke bioskop, membeli makanan, pakaian atau furnitur secara daring, membaca buku atau mendengarkan musik streaming dalam perjalanan ke kantor, itu merupakan produk layanan kreatif.

Orang-orang yang membuat konsep dan menyusun karya ini, kemudian memproduksi atau menerbitkannya, dan idealnya, dibayar untuk itu. Ini sebenarnya tidak berbeda dengan proses produksi lainnya, kecuali bahwa input utamanya berasal dari bentuk kekayaan intelektual atau produk yang dapat dilindungi oleh hak cipta.

Ekonomi kreatif mencakup kegiatan ekonomi berbasis pengetahuan yang menjadi dasar 'industri kreatif'. Industri tersebut meliputi periklanan, arsitektur, seni dan kerajinan, desain, fesyen, film, video, fotografi, musik, seni pertunjukan, penerbitan, penelitian dan pengembangan, perangkat lunak, permainan komputer, penerbitan elektronik, dan TV/radio.

Di Amerika Serikat, lanjut dia, nilai produksi ekonomi kreatif pada sisi seni pertunjukan dan budaya online-offline pada tahun 2019 mencapai US$919,7 miliar, atau sebesar 4,3% dari PDB negara tersebut. Di negeri paman Sam itu, seni pertunjukan berkontribusi lebih besar dibandingkan industri konstruksi, transportasi dan pergudangan, perjalanan dan pariwisata, pertambangan, utilitas, serta pertanian.

Pertumbuhan sisi ekonomi kreatif di Amerika Serikat berbeda dengan di Indonesia. Di Amerika, pertumbuhan terbesarnya ada di seni pertunjukan, termasuk video, film, fotografi, dan musik, sedangkan di Indonesia ada di sisi fesyen, kriya, dan kuliner.

“Kita bisa lihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menggarap data ekonomi kreatif dan pariwisata sejak awal 2019, tercatat kontribusi subsektor ekonomi kreatif pada PDB nasional mencapai Rp 1.211 triliun, tetapi ini didominasi oleh usaha kuliner, fesyen, dan kriya. Jumlahnya mencapai sekitar 8,2 juta usaha kreatif,” ujarnya.

Fritz menuturkan, Kepala BPS,n Suhariyanto,n mengatakan, PDB sebaiknya memang ditumbuhkan oleh ekonomi kreatif dan pariwisata. Karena kedua industri itu bukan berasal dari sumber daya alam, tapi inovasi yang tidak akan habis.”

”Saat ini pertumbuhannya yang besar ada pada fesyenn, kriya, dan kuliner. Tetapi ada subsektor yang share-nya ke PDB kecil, tetapi pertumbuhannya besar dan banyak diminati milenial, seperti game dan seni pertunjukan, termasuk musik, film, video dan fotografi,” ujarnya.

Fritz melanjutkan, melihat perbedaan data Amerika Serikat dan Indonesia ini, FAB berkomitmen untuk berperan aktif dalam memajukan industri kreatif dengan menciptakan sebuah ekosistem bisnis industri kreatif di Indonesia, melalui platform bisnis kreatif.

Platform usaha kreatif FAB merupakan terobosan pertama di Indonesia dalam industri kreatif, guna memperbesar pada sisi yang share nya masih kecil. Termasuk dalam bidang game, seni pertunjukan musik, video, film, dan iklan di dalamnya, sekaligus mencetak talent kreatif yang mumpuni, membangun dan mengembangkan berbagai usaha kreatif. Melalui FAB, individu maupun korporasi dapat saling berkolaborasi dan berkembang dalam sebuah ekosistem yang inklusif.

Sementara itu, merujuk data terbaru BPS, saat ini, Indonesia masih berada dalam era bonus demografi, yakni dengan jumlah usia produktif yang didominasi Gen Z 27,94% (kelahiran 1997-2012) dan Millennial 25,87% (kelahiran 1981-1996).

“Untuk itu, FAB menawarkan solusi berupa platform yang layak bagi kaum muda untuk menumbuhkan aspirasi mereka, termasuk merealisasikan mimpi mereka,” lanjutnya.

Terkait “The Young is Not The Future”pada sesi talkshow “IdeaFest”, ditegaskan Fritz, anak muda bukan lagi sebagai kunci dan penentu masa depan. “Peran mereka itu bukan nanti, tapi sekarang, terutama dalam mendukung kemajuan ekonomi bangsa. Anak muda itu kunci masa kini,” katanya.

Menurutnya, perbedaan generasi muda sekarang dibandingkan dengan generasi muda sebelumnya, adalah generasi muda sekarang penuh dengan kemudahan dalam memilih. Termasuk, banyak pilihan edukasi dan profesi.

“Mereka diuntungkan dengan banyaknya pilihan dan kesempatan. Tetapi pada saat yang bersamaan, mereka diberikan tanggung jawab besar bahwa mereka tidak hanya berperan untuk nanti, tapi saat ini. Oleh karena itu, anak muda perlu didorong ke arah yang benar. Anak muda juga harus punya inistiatif yang tinggi untuk mulai menjadi entrepreneur,” paparnya.

Pada kesempatan yang sama, salah satu Pembina Y sekaligus Co-Founder dan Business Director AmbilHati, Sandru Emil, menambahkan, anak muda itu ada untuk masa sekarang, bukan nanti.

“Anak muda sekarang berani mengambil risiko atau risk tollerance. Mereka juga optimsitik. Buktinya, banyak startup dan unicorn yang berhasil dipimpin oleh anak muda,” katanya.

Hanya saja, menurut Sandru, masalah terbesar young entrepeneur di Indonesia, mereka tidak tahu bagaimana mengelola bisnis, sementara mereka hanya punya modal ide besar dan semangat. Padahal, ide besar tidak akan menjadi ide besar jika tidak dijalani. “Entrepreneur itu end-to-end, semuanya harus dilakukan,” ujarnya.

Untuk itu, Y program hadir sebagai solusi untuk membantu menjawab masalah tersebut. Y atau Young Creative Entrepreneur Program merupakan program solusi yang tersedia dalam platform FAB untuk Gen-Z dan milenial yang ingin menjadi young creativepreneur.

“Y diperuntukkan bagi talent kreatif muda yang akan memulai usaha baru, ataupun usaha kreatif yang sudah berjalan, dengan cakupan usia 18-30 tahun. Melalui platform Y, mereka akan kami persiapkan sebagai pengusaha muda terbaik di bidang kreatif,” kata Sandru.

“Anak muda harus dapat merealisasikan mimpinya sekarang, bukan nanti. Untuk itu, kami mengajak seluruh talent kreatif muda Indonesia untuk bergabung bersama Y, agar mimpi itu dapat terealisasi saat ini,” kata Sandru lebih lanjut.

Lebih jauh ia menjelaskan, Y juga akan memberikan dukungan berupa mentorship atau pendampingan, pengetahuan dalam membangun usaha, dan jaringan usaha yang berada di dalam ekosistem FAB. Y Program membangun initimate mentorship, dengan memberikan sharing pengalaman.

“Kami memberikan fundamental dari sisi finansial serta bagaimana mengelola dan menumbuhkan bisnis mereka,” imbuh Sandru, yang menyebutkan sejak diluncurkan akhir Oktober 2021 lalu, di dalam platform Y sudah bergabung Katch, Basement, BSKSBT, dan Mooilux.

Menurut Sandru, Katch merupakan salah satu contoh mimpi sukses anak muda yang berhasil membangun usaha kreatifnya melalui platform Y. Katch bergabung didalam platform Y, dengan mempunyai keunikan tersendiri, yakni woman driven creative agency.

Katch baru berdiri pada tanggal 28 Oktober 2021. Kendati demikian, dua dari tiga orang founder-nya, di antaranya Nabyl dan Novelia, memiliki pengalaman di industri kreatif lebih dari 10 tahun di mutinasional agency dan mereka juga banyak meraih berbagai penghargaan kreatif.

“Di awal bergabung, kami mendapatkan mentorship dan pendampingan, bahwa kami harus mempunyai keunikan ketika membangun agency. Jadi, tujuannya jelas, target kemana, siapa dan sebagainya,” kata Nabyl Farizi, Co-Founder & Creative Director Katch.

“Menurut insight yang kami peroleh, perempuan mempunyai peran yang besar terhadap produk atau brand yang akan dipilih, termasuk keputusan pembelian untuk konsumsi keluarga di rumah. Misalnya, suami akan membeli mobil, atau gadget pasti mempertimbangkan pendapat istri. Insight itulah yang kemudian menjadi keunikan didalam agency kami,” ujarnya.

Menurut Nabyl, hanya dalam kurun waktu dua bulan, Katch sudah menangani brand-brand milik Orangtua Group, Enfagrow, dan BurgerKing, tentunya menjadi hal mustahil kalau mereka tidak bergabung di dalam platform Y dengan kekuatan jaringan bisnis seperti FAB.

Lebih jauh Nabyl menegaskan, ia menyukai konsep Y, karena ia dan tim dibina dan dan didampingi benar-benar oleh “kakak-kakak pembina”. Contohnya, ia diajari berkenalan dengan klien, dibantu dicarikan jalan keluar ketika menghadapi masalah saat menangani klien.

“Di Y, kami bisa bertanya kepada para kakak pembina. Hal lainnya, kami juga dibantu, karena Y mengedepankan kolaborasi. Ini penting, untuk kami yang masih dalam tahap belajar,” katanya.

797