Home Teknologi Pengguna Internet Indonesia Cenderung Tak Atur Akses Data Pribadi

Pengguna Internet Indonesia Cenderung Tak Atur Akses Data Pribadi

Jakarta, Gatra com- Masyarakat belum terlalu selektif dalam mengatur akses atas gawai dan aplikasi yang memungkinkan pencurian data. Survei yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan jika umumnya pengguna internet tidak terlalu peduli dengan akses yang dibutuhkan oleh aplikasi agar bisa terinstal selama aplikasi itu dibutuhkan.

Sebanyak 55,5% pengguna Facebook dalam survei ini misalnya membuka profil secara publik. Sedangkan 25,5% pengguna Instagram sama sekali tidak mengubah pengaturan akun sejak mereka bergabung dengan media sosial ini.

Deputy Head Katadata Insight Center, Stevanny Limuria mengatakan, pengguna pinjaman online yang ditangkap dalam survei ini pun masih ada yang memberikan akses pada kontak dan sejumlah akses lain yang diperingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) rentan pencurian data. “OJK menyebutkan jika data yang boleh diakses oleh perusahaan keuangan seperti Fintech adalah Camera, Microphone, dan Location (Camilan). Aplikasi yang mengakses data di luar Camilan patut diduga illegal,” kata Stevanny dalam siaran persnya pada Rabu (8/12).

Survei Kominfo mengenai pelindungan data pribadi kepada masyarakat ini dilakukan pada Juli 2021 dengan melibatkan 11.305 pengguna Internet di 34 Propinsi Indonesia. Survei dilakukan secara online dengan menggunakan kuesioner.

Stevanny mengatakan, melalui survei ini juga diketahui pengalaman ribuan orang yang mengalami penyalahgunaan data pribadi.  Dari seluruh responden terdapat 28,7% responden yang mengaku pernah mengalami pencurian data pribadi.

"Akibat pencurian data itu, paling banyak diantara mereka diteror, akun media sosial dibajak dan mendapat gambar tak senonoh,” jelas Stevanny.

Ia menambahkan, sebanyak 12,1% responden juga mengaku pernah mengalami kebocoran data keuangan yang diantaranya berakibat pada saldo di rekening bank dan e-Wallet.

Sementara itu, masyarakat menilai sistem pelindungan data di Indonesia saat ini dianggap cukup baik meski belum memadai, dengan skor rata-rata 6,05 dari skala 10. Oleh sebab itu, Indonesia perlu meningkatkan sistem dan implementasi aturan pelindungan data pribadi.

"Selain kesadaran masyarakat, pihak yang terlibat upaya  pelindungan data pribadi ini adalah industri. Oleh karena itu disaat bersamaan kami juga menggali bagaimana pendapat industri mengenai masalah ini,” ujar Stevanny.

Kominfo bersama dengan KIC juga mewawancarai 135 pelaku usaha berbasis digital untuk memotret kesiapan dalam implementasi pelindungan data pribadi.  Survei kepada industri digital dilakukan pada Agustus 2021.

Stevanny mengatakan lebih 70% perusahaan digital yang diwawancarai dalam survei ini memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk melindungi data pegawai dan konsumennya.  Tapi jika digali lebih jauh, upaya pelindungan perlu ditingkatkan lagi karena meski mengaku memiliki SOP pelindungan data pribadi, sejumlah langkah lain untuk pengamanan seperti daftar kontrol akses serta keberadaan Data Protection Officer (DPO) belum sepenuhnya pada kondisi ideal. 

“Lebih dari separuh perusahaan masih misalnya masih menempatkan fungsi Data Protection Officer sebagai bagian dari divisi IT. Bahkan ada 19,3% belum memiliki fungsi DPO sama sekali,” kata Stevanny.

Stevanny mengatakan industri memerlukan kehadiran aturan khusus mengenai pelindungan data pribadi. Harapan industri pada RUU Pelindungan Data Pribadi yang tengah digodok DPR cukup tinggi. Salah satu harapannya RUU PDP jika telah disahkan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan citra baik Indonesia dalam bertransaksi digital yang akan menguntungkan industri. 

Pendapat yang sama terangkum dalam survei kepada masyarakat. Stevanny mengatakan, perbincangan di media mengenai kehadiran RUU Pelindungan Data Pribadi cukup mendapat perhatian masyarakat dengan hampir separuh responden (48,8%) mengetahui atau pernah membaca tentang RUU Pelindungan Data Pribadi.

“Mayoritas responden juga menganggap perlu ada lembaga yang mengatur dan mengawasi penerapan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi. Sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan dan ke mana melapor ketika mengalami masalah data pribadi,” jelas Stevanny.

Menanggapi hasil survei ini, Direktur Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan survei ini dilakukan untuk mengumpulkan basis data yang dapat digunakan lembaganya untuk menyempurnakan kebijakan Pelindungan Data Pribadi yang harapannya dapat segera diselesaikan.

“Di era Industri 4.0, upaya pelindungan data pribadi adalah tantangan yang harus dihadapi oleh semua pihak.  Dan kami ingin memastikan kebijakan pelindungan data pribadi itu dapat terlaksana baik di Indonesia," ungkap Semuel.

Dalam hal ini pemerintah akan terus berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman lebih jauh dalam menggunakan data pribadi. "Terutama saat beraktivitas di ruang digital serta mendorong industri bersama melakukan pelindungan data pribadi,” tutup Semuel.

328