Home Nasional RUU TPKS Diberlakukan DPR, Ormas Ini Merasa Aspirasinya Dibungkam

RUU TPKS Diberlakukan DPR, Ormas Ini Merasa Aspirasinya Dibungkam

Jakarta, Gatra.com - Tiga lembaga masyarakat non pemerintah KAMMI, FSLDK Indonesia, dan ACN, menyesalkan keputusan Rapat Pleno Baleg DPR RI yang menetapkan draft Rancangan Undang-undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Sebagai wujud kekecewaan itu, mereka beserta puluhan pemuda dari berbagai komunitas dan ormas sepakat akan menggelar aksi di depan DPR RI.

Ketua Umum KAMMI, Zaky Rivai menyatakan bahwa aksi unjuk rasa kali ini merupakan respon ketidakberdayaan karena gagasan substantif dan masukan kunci atas penolakan RUU TPKS benar-benar diabaikan Baleg DPR RI.

“Sidang Baleg DPR RI menutup mata dan membungkam suara rakyat yang menginginkan agar RUU TPKS tidak dijadikan instrumentasi kebebasan seksual. Hal ini karena aspirasi untuk mengganti konsepsi kekerasan seksual dan mengubah perumusan tindak pidananya meliputi seluruh jenis kejahatan seksual benar-benar diabaikan,” ungkapnya.

Sedangkan Rapanca Indra Mukti, Ketua FSLDK Indonesia menyatakan pihaknya sudah melihat sejauh mana RUU TPKS ini berjalan, dan pada akhirnya, kedzaliman ini jelas tampak adanya.

"Usulan dan Tanggapan dalam tujuan memperbaiki isi substansial juga tidak di pedulikan. Poin terpenting adanya Norma Agama yang seharusnya menjadi titik awal perumusan segala bentuk aturan juga sudah tak menjadi prioritas di dalam penyusunan RUU TPKS. Sungguh ini adalah RUU yang tak bisa di terima dengan segala bentuk alasan," katanya.

Sementara Indran dari ACN menilai, pandangan fraksi-fraksi dalam Rapat pleno tersebut kontradiktif. Di satu sisi menginginkan agar RUU TPKS tidak bertentangan dengan norma agama dan Pancasila namun di sisi lain menyetujui draf yang ditawarkan Panja.

"Padahal, konsepsi mendasar dari Kekerasan Seksual itu sendiri bertentangan dengan norma agama dan Pancasila karena berpokok pada asumsi doktrinal tentang ketidakadilan gender,” jelas Indram yang bertindak selaku Koordinator Unjuk Rasa, yang juga Koordinator ACN.

Selanjutnya Maya, Ketua Satgas RUU TPKS KAMMI, menyatakan bahwa penerbitan keputusan Baleg DPR RI tersebut adalah kesewenang-wenangan dari segelintir elit yang mengelabui pemahaman masyarakat Indonesia.

“Mereka membuat penyesatan bahwa RUU TPKS digunakan untuk melindungi korban perkosaan dan pelecehan seksual yang kita pahami. Padahal RUU TPKS bahkan tidak memuat pasal tentang penindakan perkosaan. Malahan dalam draf yang diusulkan ini ada dua pasal tong sampah yang isinya kriminalisasi 9 bulan penjara atau 4 tahun penjara yang bisa digunakan sebagai alat pelindungan kebebasan seksual karena melindungi keinginan seksual tanpa dijelaskan keinginan seksual mana yang dimaksud,” jelas Maya.

“Hal ini merupakan kematian akal sehat DPR RI yang seakan tidak mau tahu bagaimana paradigma masyarakat akan berubah dengan konsepsi RUU yang hanya berbasis pada doktrin sexual consent belaka,” ungkap Maya.

288