Home Hukum KontraS: Lip Service, Banyak Pola Keberulangan dalam Pelanggaran HAM

KontraS: Lip Service, Banyak Pola Keberulangan dalam Pelanggaran HAM

Jakarta, Gatra.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti mengatakan bahwa KontraS melihat ada banyak pola keberulangan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang terus terjadi di Indonesia dengan pola yang sama. 

"Bahkan terus marak dan juga semakin represif terhadap warga negara," katanya dalam pengantarnya di peluncuran "Catatan Hari HAM 2021: HAM Dikikis Habis" di kantor KontraS, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube KontraS pada Jumat, (10/12).

Fatia mengatakan dengan banyaknya agenda-agenda pembangunan yang tidak segaris dengan bagaimana berjalannya isu HAM atau kemajuan Hak Asasi Manusia, dalam agenda pembangunan di Tanah Air, di mana pada akhirnya berdampak terhadap nilai-nilai HAM itu sendiri.

Ia juga mengatakan bahwa di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak periode pertama hingga periode kedua kali ini, memang agenda pembangunan terus digadang-gadang menjadi berkas utama untuk menggenjot ekonomi. 

"Namun juga itu tidak setara dengan bagaimana agenda Hak Asasi Manusia yang juga harusnya menjadi prioritas bagi negara untuk terus dimajukan," ucap Fatia.

Ia mengatakan KontraS melihat ada banyak sekali bentuk-bentuk pembiaran secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh negara, atas banyaknya angka represitas aparat ataupun ketidakadilan yang dialami oleh para korban. Dan juga bagaimana pola-pola kekerasan itu terus berulang, serta tidak adanya mekanisme korektif ataupun evaluatif terhadap situasi HAM di Indonesia. 

"Maka dari itu, hari ini sebetulnya Indonesia sudah semakin dekat dengan era otoritarianisme seperti di era Orde Baru, di mana pembangunan dijadikan prioritas namun di sisi lain Hak Asasi Manusia terus tertinggal," terang Fatia.

Selain itu, lanjutnya,  juga banyak sekali bentuk-bentuk kekerasan seperti perampasan tanah adat, penggusuran paksa, kriminalisasi yang terus terjadi di sektor ekonomi, sosial, dan budaya, yang pada akhirnya itu berdampak juga terhadap sektor lingkungan. 

Seharusnya pelestarian lingkungan ini juga menjadi salah satu bagian penting dari Hak Asasi Manusia, karena setiap manusia berhak untuk mendapatkan lingkungan bersih, dan seyogyanya pemerintah Indonesia juga dapat memperhatikan bagaimana kelestarian alam, yang itu juga berdampak pada perubahan iklim hari ini.

Kalau berbicara tentang Papua, kata Fatia, setiap kali KontraS atau beberapa masyarakat sipil lainnya membicarakan soal situasi ketidakadilan yang terjadi di Papua, selalu saja dibenturkan dengan wacana-wacana ultranasionalis yang pada akhirnya selalu dibentrokkan dengan isu-isu separatisme ataupun Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), yang kini telah didefinisikan sebagai teroris. 

"Padahal, situasi real [atau nyata] di Papua itu tidak pernah diberikan akses informasi yang seluas-luasnya, yang sebetulnya itu berguna bagi masyarakat secara umum untuk mengetahui situasi aktual yang terjadi di lapangan," katanya.

Sedangkan terkait di isu global ataupun di isu forum internasional, ujar Fatia, sikap Indonesia itu sebetulnya lagi-lagi hanya memperlihatkan figur yang baik dan juga komitmen-komitmen kosong yang di mana tidak segaris dengan situasi HAM di ranah domestik. 

"Pada akhirnya itu hanya menjadi lip service [atau janji di bibir] semata di ranah internasional, namun tidak dibarengi dengan komitmen penuh dengan situasi politik ataupun Hak Asasi Manusia di Indonesia secara nasional," katanya.

220