Home Hukum Otto: Tingkat Literasi Mahasiswa Masih Rendah

Otto: Tingkat Literasi Mahasiswa Masih Rendah

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, menyampaikan, pendidikan mempunyai dua tujuan, yakni individu dan sosial. Ini juga menjadi tujuan dari lembaga pendidikan hukum formal dan profesional.

“Perlu digarisbawahi, tujuan dari pendidikan ada dua, tujuan individual dan sosial,” kata Otto ketika menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Ketahanan, Pemulihan, Pembaharuan Pendidikan Hukum Indonesia” dalam Sidang Terbuka Wisuda XXIII Program Sarjana Hukum dan Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM di Jakarta, Sabtu (11/12).

Terkait tujuan tersebut, lanjut Otto, lembaga pendidikan hukum, baik formal dan profesional harus diupayakan tidak hanya untuk menghasilkan peserta didik yang menguasai ilmu hukum, tetapi juga harus mencetak lulusan yang mau menerapkan konsep keadilan yang merata di masyarakat.

“Konsep keadilan yang merata ini sebagai sesuatu hal yang fundamental dalam menjalankan segala apa pun para peserta didik tersebut di masa yang akan datang,” ujarnya.

Karena itu, Otto yang juga mengajar di sejumlah universitas tersebut menyampaikan, mahasiswa yang diwisuda hari ini harus mampu mentransfer paradigma bahwa seorang ahli hukum harus memperjuangkan keadilan.

Otto bersama petingi STIH IBLAM dan DPC Peradi Jakbar usai menyampaikan orasi ilmiah. (Ist)

“Apalagi seandainya menjadi seorang advokat, Anda akan dituntut sebagai profesi yang officium nobile, profesi yang terhormat, primus inter pares, dan mampu melaksanakan tugas-tugas sebagai penegak hukum,” ujarnya.

Otto melanjutkan, avdokat juga merupakan pengawal konsitusi (guardian of constitution). Peran advokat sebagai pengawal atau benteng konstitusi ini berdasarkan sejarah perjuangan advokat dalam menegakkan hukum.

Dalam kesempatan tersebut, Otto juga menyampaikan sejumlah data dan informasi, termasuk ilmu pengetahuan karena mudahnya akses berkat pesatnya perkembangan teknologi komunikasi, khususnya setelah memasuki era digital.

Menurutnya, tantangan di era digitalisasi juga dialami oleh mahasiswa yang merupakan generasi sekarang. Banyak dan mudahnya akses terhadap data informasi tidak linier dengan tingkat keingin tahuan atau curiosity dari mahasiswa di Indonesia. “Faktanya tidak diikuti dengan tingkat keingintahuan atau curiosity dari mahasiswa generasi ini harus hati-hati karena keingintahuannya ternyata menurun,” ungkapnya.

Otto lantas menyampaikan data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahwa jurnal ilmiah di Indonesia pada 2020 jumlahnya 72.054 dan yang diunduh sebanyak 15.465.

Ketum Peradi Otto Hasibuan dan Ketua DPC Peradi Jakbar menghadiri wisuda STIH IBLAM Jakarta. (Ist)

“Hanya 20%. Berarti sedikit sekali para mahasiswa yang membaca jurnal ilmiah. Ini tidak hanya dari mahasiswa, termasuk pelajar, PNS, dan peneliti kurang membaca jurnal ini,” katanya.

Sementara itu, jika dibandingkan jumlah mahasiswa yang terdaftar pada tahun 2020, sesuai data yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti) itu sebanyak 7.981.059 orang.

Dari data tersebut, lanjut Otto, meskipun data informasi, dalam hal ini jurnal ilmiah telah bermigrasi menjadi bentuk digital yang dapat diakses secara mudah oleh semua orang, tetapi literasi mahasiswa di Indonesia sangat rendah.

Selain itu, mudahnya akses informasi pada era digital juga turut serta meningkatkan mental plagiarisme di kalangan mahasiswa. “Hal ini tentu berbahaya ke depannya apabila terus dibiarkan,” katanya.

Otto Hasibuan menghadiri acara tersebut didampingi pejabat teras DPC Peradi Jakarta Barat, di antaranya Ketua Suhendra Asido Hutabarat. Asido sebelumnya menyampaikan, pihaknya sudah cukup lama menjalin kerja sama dengan STIH IBLAM, di antaranya dalam penyelenggaraan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA).

349