Home Regional Pembatasan KJA Ikan Nila Danau Toba, Puluhan Ribu Orang Menganggur

Pembatasan KJA Ikan Nila Danau Toba, Puluhan Ribu Orang Menganggur

Jakarta, Gatra.com- Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rokhmin Dahuri menilai pembatasan total ikan nila dari Keramba Jaring Apung (KJA) sebesar 10.000 ton per tahun bukan solusi yang akan menyelesaikan masalah. Demikian komentar itu berkaitan kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan Danau Toba sebagai tujuan wisata super prioritas.

“Saya ungkapkan bahwa budidaya ikan nila di Danau Toba itu sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat, itu harusnya ditumbuh kembangkan, bukan untuk dimatikan,” kata Rokhmin dalam Webinar Katadata Forum Virtual Series, dengan tema ‘Potensi Ekonomi-Sosial Ikan Nila Untuk Masyarakat Toba’, Kamis (16/12).

Dengan penetapan super prioritas itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta SK Gub Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba.

Beleid itu menyebut daya dukung Danau Toba untuk KJA menjadi 10.000 ton per tahun, dengan tujuan agar kualitas air yang tercemar dapat terkendali.

SK tersebut juga menetapkan bahwa Danau Toba merupakan danau berstatus oligotrofik atau danau dengan kandungan zat hara yang sangat rendah. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya untuk memperbaiki atau mengembalikan kesuburan Danau Toba.

Namun demikian, kebijakan itu dinilai akan mengakibatkan berbagai masalah baru. Seperti puluhan ribu orang menganggur, negara kehilangan devisa Rp1,5 triliun per tahun, kerugian ekonomi mencapai lebih dari Rp5 triliun per tahun.

Kemudian, penurunan ekonomi wilayah di sekitar Danau Toba di 7 kabupaten. Serta memburuknya iklim investasi dan kemudahan berbisnis.

Perlu diketahui, data GPMT Sumatera Utara 2020 menunjukkan, usaha KJA di Danau Toba menyerap tenaga kerja lebih dari 12.300 orang. Tenaga kerja yang terlibat mulai dari sektor hulu hingga hilir, seperti pabrik pakan, hatchery, pembesaran, bersama pengolahan ikan nila, pabrik es, cold storage, hingga packaging. Jumlah tersebut tidak termasuk tenaga kerja di rumah makan, hotel, bersama dan distribusi, serta jasa terkait lainnya.

Data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sumatera Utara pada tahun 2020 menunjukkan, produksi ikan nila di Danau Toba adalah sebesar 80.941 ton. Ekspor ikan nila dari Danau Toba juga memberi kontribusi sebesar 21% untuk Produk Domestik Regional Bruto di wilayah Danau Toba dan dinilai jauh lebih besar dari sumbangan sektor lain.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) 2021, volume ekspor ikan nila pada 2020 mencapai 12,29 ribu ton dengan nilai ekspor Ro1,5 Triliun. Sekitar 95% penyumbang ekspor tilapia terbesar adalah dari Sumatera Utara.

Sementara itu, Anggota DPRD Sumatera Utara Gusmiyadi menyebut ada beberapa upaya terkait penanganan KJA yang semakin merambah di perairan Danau Toba. Sebab, kata dia, KJA bukan hanya milik beberapa perusahaan, tapi juga masyarakat dengan kapasitas luar biasa besar.

Luas permukaan KJA jika dibandingkan dengan luas permukaan Danau Toba hanya sekitar 0,4%, sehingga sangat tidaklah mungkin KJA merupakan satu-satunya sumber pencemar yang ada di Danau Toba.

Menurut Gusmiyadi, kebijakan ke depan tidak bisa hanya sebatas untuk meniadakan KJA, tetapi harus memberikan solusi terhadap aktivitas ekonomi yang dimiliki masyarakat. Kebijakan pengurangan KJA diperlukan kajian yang mendalam dan tidak bisa gegabah dalam melaksanakannya.

Sebab ada sebanyak 12.300 orang akan terdampak dalam kebijakan inii. Hal ini akan menimbulkan dampak sosial yang begitu besar. Pasokan ikan air tawar di Sumut dan beberapa daerah lain pastinya akan terganggu.

“Ini merupakan persoalan prioritas yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah Sumatera Utara, sehingga kemudian Kesejahteraan Rakyat tidak harus dipertaruhkan,” ujarnya.

468