Home Politik BRIN: Teknologi Digital Salah Satu Solusi untuk Mengurai Keruwetan Pemilu di Indonesia

BRIN: Teknologi Digital Salah Satu Solusi untuk Mengurai Keruwetan Pemilu di Indonesia

Jakarta, Gatra.com - Sebagai negara kepulauan dengan populasi lebih dari 250 juta jiwa, Pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia dinilai pelik dan rumit. Peserta pemilu, mulai dari perseorangan hingga perwakilan partai politik, melibatkan seluruh komponen daerah dengan persoalan infrastrukturnya, dan partisipan seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki hak pilih.

Untuk meminimalisir kepelikan itu, sudah sepatutnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), menggunakan teknologi digital untuk penyelenggaraan Pemilu, terutama Pemilu 2024 yang bakal dilaksanakan serentak mulai dari Presiden, DPR, DPD, Kepala Daerah dan DPRD.

"Manusia yang terlibat banyak sekali. Mungkin ini satu-satunya Pemilu di dunia yang paling kompleks," ujar Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Marsudi Wahyu Kisworo pada diskusi bertajuk "Strategi Membangun Integrasi Data Pemilu 2024 yang Efektif dan Efisien" yang digelar KPU RI secara daring di Jakarta, Rabu (22/12).

Sambungnya, pembangunan data Pemilu terintegrasi dapat melalui pendekatan arsitektur enterprise. Sistem ini berupaya untuk merancang terlebih dahulu skema digitalnya. "Karena kesalahan utama dalam transformasi digital di banyak lembaga di Indonesia adalah tidak dimulai dengan merancang, melainkan langsung membangun," jelasnya.

Ia juga merumuskan, ada delapan tahap awal dalam konteks mengintegrasikan sistem Pemilu. Di mana, tahapan-tahapan ini nantinya bisa digunakan KPU untuk merancang transformasi digitalisasi untuk 2024 mendatang. Pertama, mengorganisasikan sumber daya. Upaya ini bertujuan untuk membangun dukungan untuk lingkungan terintegrasi untuk meminimalisir masalah-masalah dalam sistem terintegrasi.

Kedua, compliance and standards. Upaya ini bertujuan untuk menentukan standar yang akan digunakan dan menegakkan pemakaian sandal tersebut kepada semua pihak. Ketiga, dukungan terhadap system legacy. Suatu upaya untuk membuat kebijakan dan prosedur untuk tetap dapat mendukung sistem legacy tua yang belum dimigrasikan. "Kita cari apakah masih terdapat system legacy yang masih bisa beroperasi, yang datanya enggak boleh dihilangkan," ucapnya.

Tahap berikutnya [keempat] lanjutnya, merancang arsitecture enterprise. Suatu upaya untuk membuat dokumen perancangan arsitektur enterprise yang meliputi arsitektur, proses, data, aplikasi, dan teknologi. Kelima, authentication and authorization policies. Suatu upaya membangun akses kebijakan terhadap data dan aplikasi untuk semua karyawan maupun mitra, baik on site maupun off site. Keenam, centralized IT services and support. Dukungan IT harus disentralisasikan, termasuk dukungan terhadap pemakai serta dukungan layanan IT service management.

Ketujuh, back-up, recovery, and security. Membuat rancangan advanced security khususnya mengantisipasi BYOD, serta prosedur backup and recovery maupun business contibuity planning. Kedelapan, standarisasi. Menentukan standar dan kebijakan dalam pengadaan perangkat keras maupun perangkat lunak, middleware, standar dalam pengembangan sistem, standar dalam DevOps, standar dalam IT governance.

186