Home Politik Partai Buruh Harus Maksimalkan Kekuatan Dahsyat Buruh

Partai Buruh Harus Maksimalkan Kekuatan Dahsyat Buruh

Jakarta, Gatra.com – Kehadiran Partai Buruh yang diinisiasi Said Iqbal dan kawan-kawan memberikan angin segar bagi masyarakat Indonesia, khususnya kaum buruh dalam memperjuangkan aspirasi politiknya.

Direktur Eksekutif Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, dalam keterangannya kepada wartawan pada Selasa (28/12), menyampaikan, sudah saatnya buruh menjadi penyeimbang tata kelola pemerintahan dengan terjun langsung ke politik melalui partainya sendiri.

Menurut dia, sebenarnya buruh menyimpan kekuatan yang dahsyat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2021, sebanyak 139,81 juta orang atau lebih dari separuh populasi Indonesia merupakan angkatan kerja. Sekira 78,14 juta di antaranya bekerja di sektor informal dan sisanya 61,67 juta bekerja di sektor formal.

Namun demikian, lanjut dia, gerakan buruh belum terorganisir menjadi satu kekuatan yang terpadu secara politis, sehingga kerap dimanfaatkan untuk kepentingan elite tertentu dan menjadi penyangga partai politik tertentu.

Kekuatan buruh ini dimanfaatkan partai tertentu, baik dalam momentum Pemilu maupun memprotes kebijakan pemerintah yang berkuasa. Hal ini menjadi catatan penting bagi gerakan buruh yang besar namun belum mencapai kemandiriannya.

“Dengan kekuatan yang sedemikian dahsyatnya, tidak mengherankan bila buruh menjadi rebutan partai politik, khususnya saat Pemilu,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, Partai Buruh ini memang bukan partai berbasis buruh pertama di Indonesia. Pasalnya, pascatumbangnya Orde Baru (Orba), sejumlah pentolan buruh mempersiapkan partai politik untuk menyongsong Pemilu 1999.

Sedangkan soal kurang signifikannya perolehan suara sejumlah partai buruh pascatumbangnya Orde Baru (Orba) dalam beberapa Pemilu, Haidar menyampaikan, Partai Buruh harus mampu merangkul semua buruh.

Ia mengungkapkan, partai berbasis buruh sebelumnya di antaranya Partai Pekerja Indonesia (PPI), Partai Buruh Nasional (PBN), Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia (PSPSI), Partai Solidaritas Pekerja (PSP), dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dipersiapkan para pentolan buruh kurang mendapat daya tarik karena buruh masih terpecah-pecah.

“Mereka tidak bersatu, tetapi terpecah-pecah akibat konflik internal dalam tubuh gerakan buruh itu sendiri. Lalu siapa yang diuntungkan dari perpecahan buruh? Ya partai politik lain yang mengiming-imingi buruh dengan penitipan aspirasi. Faktanya bagaimana? Gerakan buruh justru dirampas dan ditunggangi untuk kepentingan politik jangka pendek,” ujarnya.

Menurutnya, hal itu harus menjadi pelajaran berharga bagi Partai Buruh dalam membangun dan membesarkan partai. Kegagalan partai berbis buruh sebelumnya juga menjadi bahan untuk menyiapkan strategi yang matang guna menyatukan buruh dan meraih suara dalam Pemilu.

"Strategi yang perlu dilakukan untuk menyatukan suara buruh adalah dengan melakukan konsolidasi nasional untuk bersatu,” ujarnya.

Seluruh aktivis buruh yang tersebar di berbagai serikat dan kota, lanjut dia, harus duduk bersama merumuskan tujuan untuk mengawali langkah membesarkan Partai Buruh. Konsolidasi ini penting untuk mengikis fragmentasi antarorganisasi buruh dan melakukan kerja sama di bidang politik.

Ia lantas memberikan contoh kesuksesan partai buruh di Norwegia yang berhasil memenangkan Pemilu. Kemudian, Lula da Silva, seorang aktivis buruh yang tak lulus Sekolah Dasar (SD) berhasil memenangkan pemilu di Brazil dengan angka meyakinkan sebesar 61,27%. Dua periode kepemimpinannya, Lula Da Silva bahkan dianggap sebagai presiden paling sukses dalam sejarah Brazil.

“Ingat, kesejahteraan buruh hanya bisa diperjuangkan secara maksimal oleh buruh itu sendiri. Bukan melalui partai lain yang hanya mengiming-imingi penitipan aspirasi,” tandasnya.

Menurutnya, partai politik lain hanya mengiming-imingi kenaikan upah, delapan jam kerja, THR, jaminan sosial, cuti melahirkan, dan lain-lain. Keberhasilan itu bukan karena kebaikan korporasi dan partai politik lainnya, tetapi melalui perjuangan yang berdarah-darah para buruh.

“Bayangkan, perubahan besar yang akan dicapai jika buruh terlibat langsung dalam pemerintahan melalui partainya sendiri. Partai Buruh, the real partai wong cilik,” ujarnya.

Partai Buruh juga merupakan alternatif bagi masyarakat yang sudah jenuh, bahkan muak dengan polarisasi cebong-kadrun di tengah partai-partai yang hari ini bercorak elitis dan cenderung dikuasai oligarki.

365