Home Hukum Peradi: Bidang Hukum Masih Minim Perhatian di 2021

Peradi: Bidang Hukum Masih Minim Perhatian di 2021

Jakarta, Gatra.com – Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menyampaikan 4 catatan penting capaian kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tahun 2021. Salah satunya, soal ekonomi, pembangunanan infrastuktur, politik hingga penanganan pandemi Covid-19.

“Kami memberikan apresiasi dan penghargaan dan salut kepada pemerintahan Jokowi atas keberhasilannya, terutama di bidang ekonomi, infrastruktur, pembangunan di negeri ini, politik dan keamanan kami juga menyampaikan salut dan penghargaan,” kata Otto Hasibuan, Ketua Umum Peradi.

Khusus untuk penanganan pandemi Covid-19, lanjut Otto dalam konferensi pers Catatan Awal Tahun Peradi dan Dirgahayu ke-17 Peradi di Jakarta pada akhir pekan ini, Indonesia merupakan salah satu terbaik di Asia dan dunia.

Meski demikian, lanjut Otto, pemerintahan Jokowi masih lemah di bidang hukum, termasuk minimnya perhatian kepada advokat. Ia mengaku belum pernah mendengar Jokowi menyampaikan kata advokat dalam pidatonya.

“Saya belum pernah mendengar, mungkin yang lain sudah, presiden terucap dari mulutnya tentang kata-kata advokat sekali pun di dalam pidatonya. Dan hal inilah yang perlu dicatat, di sini terlihat bahwa presiden tidak memberikan perhatian yang cukup,” ujarnya.

Peradi menilai bahwa Presiden Jokowi belum berkehendak sebagai panglima dalam penegakan hukum. Sebagai panglima penegakan hukum, Presiden harus mampu mengordinir seluruh penegakan hukum.

Minimnya perhatian kepada advokat karena Presiden hanya menganggap penegak hukum itu adalah polisi, jaksa, hakim, dan KPK. Padahal, advokat termasuk penegak hukum yang setara dengan penegak hukum lainnya dan juga mempunyai andil besar dalam penegakan hukum.

Adapun poin kedua yang menjadi catatan Peradi, kata Otto, yakni soal peradilan. Peradi meniai bahwa kinerja peradilan di negeri ini masih jalan di tempat karena tidak ada hal yang luar biasa yang dilakukan lembaga tersebut.

“Mahkamah Agung, pengadilan negeri, dan pengadilan tinggi yang kita lihat dari putusan-putusannya. Karena seorang hakim itu bisa dilihat dari putusannya,” ujar Otto.

Selama tahun 2021, Peradi menilai tidak ada suatu putusan pengadilan yang menjadi tonggak batas atau lendmark. Ini disinyalir karena terjadi demotivasi hakim, khususnya di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.

“Motivasi hakim itu menjadi luntur dan lemah karena adanya sistem rekerutmen hakim yang selama ini melibatkan Komisi Yudisial dan DPR,” ujarnya.

Demotivasi tersebut karena hakim merasa bahwa dengan membuat putusan yang baik pun belum tentu membuatnya bisa menjadi hakim agung yang menjadi impian hakim dalam kariernya.

“Semuanya sudah dipatahkan, cita-cita menjadi hakim agung itu dengan adanya sistem rekrutmen yang diberikan kepada KY dan DPR? sehingga terjadi kelesuan dan tidak adanya motivasi bagi hakim untuk membuat putusan yang baik,” ujarnya.

Karena itu, Peradi meminta agar rekrutmen calon hakim agung tidak lagi melibatkan KY dan DPR. Kewenangan ini dikemblikan kepada MA. “Cukuplah KY sebagai lembaga yang mengawasi para hakim agung,” ucapnya.

Poin ketiga, Peradi meminta MA agar segera mencabut Surta Keputusan (SK) MA Nomor 073/KMA/HK.01/IX/2015 yang menjadi biang kerok menurunnya kualitas advokat dan merugikan para pencari keadilan. MA harus ikut bertanggung jawab atas menurunnya kualitas advokat.

“Karena itu [SKMA 073] selain melanggar UU, melanggar putusan MK, juga dapat menghancurkan harapan keadilan yang ingin dicapai setiap rakyat Indonesia,” ujarnya.

Terakhir atau poin keempat, adalah soal undang-undang (UU). DPR dan pemerinah terbilang gesit untuk membuat atau merevisi UU. Sayangnya, kualitas UU itu tidak sesuai dengan yang diharapkan rakyat. Ini terjadi karena minimnya pelibatan partisipasi seluruh elemen rakyat, termasuk Peradi.

“Pemerintahan Jokowi dan DPR sekarang, sama sekali tidak lagi advokat mendapat perhatian dan tidak dimintakan pendapat oleh DPR dan pemerintah,” ujarnya.

Harusnya, kata Otto, koalisi yang kuat di pemerintahan dan DPR tersebut digunakan solidnya koalisi ini untuk mengakomodir kepentingan dan kemauan rakyat temasuk di bidang hukum. “Kami minta presiden supaya menangkap momentum ini [kekuatan koalisi],” tandasnya.

88