Home Ekonomi Muhammadiyah: Mata Uang Kripto Haram sebagai Alat Tukar dan Investasi

Muhammadiyah: Mata Uang Kripto Haram sebagai Alat Tukar dan Investasi

Jakarta, Gatra.com - Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram, baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar.

"Terdapat kemudaratan dalam mata uang kripto ini. Karenanya, dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 01 tahun 2022 menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram, baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar," tulis Majelis Tarjih PP Muhammadiyah dalam rilisnya, Rabu (19/01).

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah memandang mata uang kripto ini dilihat dari dua sisi, yakni sebagai instrumen investasi dan sebagai alat tukar.

"Pertama, kripto sebagai alat investasi. Sebagai alat investasi, mata uang kripto ini memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat Islam," jelasnya.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menjelaskan bahwa pada mata uang kripto terdapat sifat spekulatif yang sangat kentara. Nilai bitcoin sangat fluktuatif dengan kenaikan atau keturunan yang tidak wajar. Selain sifatnya yang spekulatif menggunakan bitcoin juga mengandung gharar atau ketidakjelasan.

"Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi Muhammad SAW serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur etika bisnis menurut Muhammadiyah, khususnya dua poin ini. Yaitu tidak boleh ada gharar dan tidak boleh ada maysir," lanjutnya.

Kemudian, kripto sebagai alat tukar. Sebagai alat tukar sebenarnya mata uang kripto ini hukum asalnya adalah boleh sebagaimana kaidah fikih dalam bermuamalah. Penggunaan mata uang kripto sebenarnya mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama ridha, tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku.

"Namun, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah."

Bagi Majelis Tarjih, standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat, yakni diterima masyarakat dan disahkan negara yang dalam hal ini diwakili oleh otoritas resminya seperti bank sentral.

"Penggunaan bitcoin sebagai alat tukar sendiri, bukan hanya belum disahkan negara kita, akan tetapi juga tidak memiliki otoritas resmi yang bertanggungjawab atasnya," katanya.

270