Home Gaya Hidup BPIP: Salam Pancasila Tak Gantikan Salam Keagamaan

BPIP: Salam Pancasila Tak Gantikan Salam Keagamaan

Yogyakarta, Gatra.com - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menyatakan 'Salam Pancasila' merupakan bentuk jalan tengah kebangsaan yang terbebas dari dampak teologis. Salam Pancasila tidak dimaksudkan sebagai pengganti salam keagamaan.
 
"Usai diperingatkan untuk tidak bikin kontroversi oleh DPR RI dan MPR awal tahun lalu, mungkin lewat buku ini saya ingin memberikan penjelasan mengenai Salam Pancasila yang menjadi pro kontra," kata Yudian di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jumat (21/1).
 
Yudian hadir saat acara bedah buku karya dosen UIN Sunan Kalijaga, Khoirul Anam, berjudul 'Salam Pancasila: Sebagai Salam Kebangsaan, Memahami Pemikiran Kepala BPIP RI'.
 
Di buku ini Yudian mengatakan dirinya memberi jawaban untuk menjelaskan beberapa hal sensitif secara keagamaan. Yudian mengatakan ada dua hal yang ingin dijelaskan secara gamblang ke publik.
 
Pertama, Yudian mengatakan Salam Pancasila bukan untuk mengganti salam assalamualaikum yang termasuk ibadah mahdoh, melainkan ibadah ghairu mahdoh.
 
"Salam dalam hubungan kemanusiaan. Jika kita menyapa pemeluk agama lain dengan salam agama kita, maka itu membebani mereka. Demikian juga mengucapkan salam Om Swastiastu, kita dituduh masuk Hindu," jelasnya.
 
Maka, menurutnya, kondisi ini harus dicari jalan tengah. Salam Pancasila menurutnya berawal dari usulan Megawati Soekarnoputri yang ingin meniru Salam Merdeka ala Bung Karno. 
 
Salam Pancasila, kata Yudian, adalah salam yang menjembatani dan menjadi titik temu bagi rakyat tanpa melihat latar belakang apapun. Pengucapannya di ranah publik, menurut Yudian, bertujuan agar bangsa Indonesia tetap bersatu, tidak pecah, dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
 
"Salam Pancasila adalah perbuatan adat yang jika diniati ibadah akan mendapatkan pahala," katanya.
 
Sekretaris Utama BPIP Karjono melihat kehadiran buku ini tepat sebagai sosialisasi Salam Pancasila. Hal ini bertepatan dengan keputusan pemerintah menjadikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
 
"Kalau kemarin materi Pancasila masuk dalam pendidikan kewarganegaran, maka nantinya di balik, dalam pendidikan Pancasila diajarkan materi kewarganegaraan. Ini yang betul-betul dipertegas dalam penerapan di pendidikan formal," katanya.
 
Penulis buku tersebut, Khoirul Anam, mengatakan bahwa buku ini adalah klarifikasi dari Yudian dalam pertarungan wacana Islam fundamentalis dengan ideologi Pancasila sebagai ideologi yang dianggap paling luhur.
 
"Saya tidak masuk ke ranah politik, karena yang menyatakan kontra berada di sisi oposisi. Buku ini tidak bisa menghadirkan analisa mendalam soal itu," jelasnya.
 
133