Home Politik Rakerda Partai Demokrat NTT Diwarnai Aksi Demo Simpatisan Mantan Ketua

Rakerda Partai Demokrat NTT Diwarnai Aksi Demo Simpatisan Mantan Ketua

Kupang,Gatra.com -  Sedikitnya 1000 masa pendukung mantan Ketua DPD Partai Demokrat NTT Jefry Riwu Kore melakukan aksi demo di Gedung Grand Mutiara Kupang tempat dilaksanakannya Rakerda Partai Demokrat pimpinan Leo Lelo, Sabtu (5/2).

Massa yang dipimpin Herison Aryanto Kore itu menuntut bertemu dengan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny Kabur Harman serta Ketua DPD Partai Demokrat NTT Leonardus Lelo. Mereka menuntut agar Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan klarifikasi tentang penetapan Ketua DPD Partai Demokrat yang dinilai penuh dengan konspirasi.

Dasarnya Ketua Umum DPP Partai Demokrat AHY memilih Leo Lelo sebagai Ketua DPD Partai Demokrat NTT. Pada hal dalam Musda Oktober 2021 Leo Lelo yang hanya mendapat dukungan 11 suara DPC. Sementara mantan Ketua Jefry Riwu Kore saat itu meraih 12 dukungan DPC. Namun hampir tiga jam menunggu Beny Harman yang anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat ini tidak mau bertemu massa.

Massa yang berusaha masuk gedung pertemuan namun dihadang 200 anggota Polresta Kupang dan Polda NTT. Terjadi saling dorong mendorong serius antara massa dengan anggota Polisi. Massa akhirnya membakar ban dan sejumlah poster Agus Hari Murti Yudhoyono (AHY). Poster tersebut tertulis 'AHY tidak pantas menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dan lebih cocok menjadi ketua kelas' . Berikutnya 'AHY tidak tahu berhitung. Tidak bisa membedakan mana yang lebih besar antara angka 11 dan 12). Anak SD pun tau itu'.

"Kami tidak diizinkan masuk oleh Polda NTT dan ini penghinaan bagi kami. Kepolisian Polda NTT ada apa? Kami menduga pihak kepolisian (Polda NTT, red) ada intervensi dari BKH. Dugaan kami seperti itu, karena BKH di komisi III dan Kepolisian ada di Komisi III, sehingga kami tidak diizinkan masuk," tegas Herison Aryanto Kore.

Menurut Herison Kepolisian sebenarnya tidak memiliki hak melarang simpatisan Jefry Riwu Kore melakukan aksi dan menyampaikan aspirasinya terkait Raker dan Konsolidasi DPD Demokrat NTT. "Polisi seharusnya tidak melakukan sesuatu yang tidak perlu, melarang masa menyampaikan  aspirasinya. Kami juga tidak mendapatkan alasan yang rasional, kenapa kami tidak diizinkan masuk menyampaikan aspirasi," tanya Herison.

Padahal lanjut Herison, pihaknya sudah berkoordinasi dan melapor diri serta menjamin, bahwa tidak akan ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam aksi damai tersebut.

“Kami sudah koordinasi dengan petugas keamanan untuk menyampaikan aspirasi dengan petinggi Partai. Kami hanya mau menanyakan mengapa angka 11 itu bisa menang angka 12. Mengapa Leo Lelo yang raih 11 dukungan suara bisa menang dari Jefry Riwu Kore dengan jumlah dukungan 12 suara. Karena dalam anggaran dasar Partai ditegaskan, bahwa yang meraih suara terbanyak yang akan memenangkan pertarungan itu ,” jelas Herison.

Lebih lanjut Herison menegaskan, bahwa selama belum ada klarifikasi dari AHY terkait persoalan tersebut, pihaknya akan terus melakukan aksi tanpa harus berkoordinasi dengan kepolisian.

“Mulai hari ini, kami nyatakan tidak percaya lagi dengan Kepolisian, khususnya Polda NTT karena diduga telah diintervensi kekuasaan politik. Percuma menaati regulasi yang ada tetapi kemudian tidak diizinkan menyampaikan aspirasi," katanya.

Seperti diberitakan Gatra.com sebelumnya simpatisan mantan Ketua DPD Partai Demokrat NTT, Jefry Riwu Kore Kamis, (3/02) melakukan aksi demo di Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Massa yang berjumlah sekitar 150 orang ini minta Kapolda NTT tidak memberikan izin untuk DPD Partai Demokrat NTT pimpinan Leo Lelo mengadakan rapat kerja yang dijadwalkan Sabtu 5 Februari 2022.

“Agus Hari Murti Yudhoyono (AHY) tidak pantas menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dan lebih cocok menjadi ketua kelas. Pasalya AHY dinilai tidak tahu berhitung. Tidak bisa membedakan mana yang lebih besar antara angka 11 dan 12. Anak SD pun tau itu ,” teriak salah satu orator Yonatan Gah.

Angka ini 11 – 12 yang dimaksud, karena dalam Musda DPD Partai Demokrat bulan Oktober 2021 lalu Leo Lelo yang direstui AHY hanya mendapat 11 dukungan DPC. Sementara Jefry Riwu Kore yang kala itu masih sebagai Ketua DPD memperoleh 12 dukungan DPC di NTT.

Sehingga Yonatan menilai, seharusnya berdasarkan hasil pemilihan dalam Musyawarah Daerah (Musda) Partai Demokrat NTT, Leo Lelo kalah suara.

“AHY ini Ketua DPP yang tidak paham matematika. Tidak bisa berhitung, sehingga tidak bisa membedakan, mana angka kecil dan besar,” tegas Yonatan.

Lebih lanjut para simpatisan Jefry Riwu Kore menuntut agar Polda NTT melarang kegiatan Partai Demokrat di NTT sampai AHY selaku Ketua Umum Partai Demokrat menjelaskan dan menglarifikasi perihal tersebut.

Simpatisan Jeriko mengancam akan memboikot setiap kegiatan Partai Demokrat di NTT jika kepolisian Polda NTT tidak mengambil sikap.

“Hari ini kami datang kepada bapak Kapolda NTT untuk menyampaikan dengan baik-baik. Bahwa kami minta agar semua kegiatan Partai Demokrat di NTT dilarang demi keamanan dan ketertiban umum. Kalau tidak, segala bentuk kekacauan yang akan terjadi menjadi tanggung jawab bapak Kapolda ,” tegas Herison Arianti Kore, orator lainnya.

Aksi demo simpatisan Jefry Riwu Kore dimulai sekitar Pukul 11.00 Wita diisi dengan orasi para simpatisan di Taman Nostalgia Kupang. Selanjutnya para simpatisan melakukan konfoi sambil berorasi menuju Polda NTT.

Tak lama melakukan aksi, perwakilan masa aksi kemudian diterima oleh Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Rishian Krisna. Setelah menyampaikan tuntutannya, sekitar pukul 12.30 WITA masa aksi kemudian membubarkan diri.

Para simpatisan Jefry Riwu Kore yang berdemonstrasi di depan Mapolda NTT juga membawa serta sejumlah spanduk bertuliskan aneka sindiran dan kritik terhadap AHY.

Beberapa diantaranya seperti: 'Hanya di Demokrat, angka 12 kalah dengan angka 11'. 'AHY tidak pantas jadi pemimpin, tidak punya etika, pengecut,'. 'AHY bukan Panglima, tapi mayor bau kencur.'

Spanduk lainnya bertuliskan kalimat: 'katanya Jokowi otoriter, ternyata AHY lebih brengsek,'. 'AHY masih bocil, belum pantas jadi pemimpin,' "AHY Karbitan,' 'AHY cocok belajar jadi Ketua Kelas,'


 

 

565