Home Milenial Soal Risiko BPA pada Air Galon, YLKI & FMCG Insights Apresiasi BPOM

Soal Risiko BPA pada Air Galon, YLKI & FMCG Insights Apresiasi BPOM

Jakarta, Gatra.com  - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, mengapresiasi kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seiring selesainya proses harmonisasi rancangan peraturan pelabelan potensi bahaya Bisfenol A pada air minum galon.

"Rancangan peraturan itu perlu dilihat dalam konteks BPOM menjalankan tugasnya meningkatkan keamanan dan mutu pangan dan terkait pemenuhan hak informasi masyarakat atas pangan yang mereka konsumsi," katanya.

Hal senada diungkap peneliti FMCG Insights, sebuah lembaga riset produk konsumen berbasis Jakarta, Achmad Haris Januariansyah. "Langkah BPOM yang membuka ruang diskusi lintas sektoral selama proses penyusunan hingga kelarnya tahapan harmonisasi rancangan peraturan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia patut dapat acungan jempol," katanya.

Namun, menurut Haris, senyampang menunggu pengesahan, BPOM perlu mempublikasikan dokumen hasil harmonisasi itu untuk meningkatkan transparansi publik, sekaligus mencegah kemungkinan draft berubah akibat lobi dan desakan berbagai pihak.

Dia mencontohkan preseden hilangnya "Ayat Tembakau" jelang pengesahan Undang?Undang Kesehatan pada 2009. "Tidak tertutup kemungkinan preseden serupa terulang pada rancangan peraturan pelabelan BPA," katanya.

Tulus melihat hal yang sama. Bahkan, menurutnya, sudah jadi kebiasaan industri di berbagai sektor untuk menentang setiap pengaturan standar yang lebih tinggi.

"Semua sektor industri begitu, ketika ada revisi peraturan atau ada regulasi baru, mereka habis-habisan men-delay atau bahkan berupaya menggagalkannya," katanya.

Bisfenol A, kerap disingkat BPA, adalah senyawa kimia pembentuk Polikarbornat, jenis plastik pada umumnya galon isi ulang.

BPOM menggolongkan BPA sebagai senyawa kimia berbahaya bila sampai berpindah dari kemasan pangan ke dalam produk pangan dan terkonsumsi melebihi batas maksimal yang dapat ditoleransi tubuh, yakni sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg).

Draft revisi BPOM atas peraturan label pangan olahan tertanggal 28 November 2021 menyebut produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan label peringatan "Berpotensi Mengandung BPA". Kekecualian berlaku untuk produsen yang mampu membuktikan sebaliknya via pengujian laboratorium terakreditasi atau laboratorium pemerintah.

Sementara untuk produsen AMDK yang menggunakan kemasan selain plastik polikarbonat, BPOM membolehkan perusahaan mencantumkan label "Bebas BPA".

Draft juga menyebut produsen AMDK punya waktu tiga tahun untuk berbenah dan mempersiapkan diri sebelum aturan itu berlaku penuh.

'Kecenderungan Mengkhatirkan' BPA Lebih jauh, Tulus meminta BPOM lebih terbuka dalam menjelaskan hasil survei anyar terkait level migrasi BPA pada produk galon isi ulang yang beredar di masyarakat.

Dalam sebuah pernyataan yang dilansir Antara pekan lalu, seorang pejabat senior BPOM menyebut hasil uji post-market migrasi BPA pada galon isi ulang dan paparannya pada berbagai kelompok umur "menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan".

"Penggambaran itu perlu diperjelas dengan skor angka yang tegas agar masyarakat bisa mengetahuinya," kata Tulus.

Achmad Haris sendiri menyayangkan pernyataan itu tidak tertera di website resmi BPOM dan hanya muncul di pemberitaan media dengan redaksi yang sumir.

"FMCG Insights mendesak BPOM mempublikasikan dokumen kajian ilmiah uji 'post?market' migrasi dan paparan BPA pada produk air galon sebagai wujud tanggung jawab publik BPOM sekaligus menghormati hak informasi masyarakat," katanya.

Menurutnya, kejelasan soal detail pernyataan pejabat BPOM itu, berikut dokumen kajian ilmiah post-market migrasi BPA, perlu untuk memberi kejelasan pada 30% lebih penduduk Indonesia yang rutin mengkonsumsi air minum isi ulang.

"Masyarakat tentu ingin tahu bagaimana mereka harus menyikapi keamanan produk air galon yang rutin mereka konsumsi," katanya.

Sekaitan itu, Haris menilai inisiatif pelabelan risiko BPA pada air galon tidak relevan lagi untuk dinegosiasikan karena jaminan kesehatan masyarakat Indonesia harus didahulukan di atas kepentingan apapun.

Dia juga berharap industri AMDK memberi dukungan penuh pada BPOM dan bukannya melakukan langkah kontraproduktif atas temuan ilmiah terkait potensi bahaya BPA pada galon air minum.

Tulus Abadi sendiri lebih mengkhawatirkan Kementerian Perindustrian yang dia gambarkan kerap merintangi Kementerian Kesehatan dan Badan POM dalam meningkatkan standar keamanan dan mutu pangan.

"Dalih yang mereka gunakan selalu sama, yakni peningkatan standar keamanan pangan bakal menurunkan daya saing industri, padahal itu tidak pernah terbukti," katanya.