Home Kolom Tantangan Fintech 2022

Tantangan Fintech 2022

Jakarta, Gatra.com - Dalam agenda The 3rd Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 di Nusa Dua, Bali, Desember tahun lalu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memprediksi, ekonomi digital di Indonesia akan tumbuh besar. Bahkan, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, menegaskan kembali dengan mengutip proyeksi Kemendag bahwa sektor keuangan digital dapat tumbuh delapan kali lipat pada 2030, dari sekitar Rp600 triliun menjadi Rp4.500 triliun. Gambaran yang dahsyat dari kerja financial technology alias fintech. 

Prediksi Kemendag tentu punya dasar yang kuat. Sebagai contoh, data Bank Indonesia (BI) pada Agustus 2021 memberikan isyarat bahwa penguatan fintech sudah diasumsikan berjalan mulus. Sebab berdasarkan data tersebut, nilai transaksi keuangan elektronik meningkat sebesar 43,66% secara tahunan menjadi Rp24,8 triliun. Angka itu bahkan dikuatkan dengan nilai transaksi perbankan digital pada Juli 2021 yang juga membesar 39,39%, yakni mencapai Rp17.901,76 triliun.

Tumbuh kembangnya fintech, jika dilihat secara seksama, tidak akan terlepas dari tekanan pandemi yang mewabah secara global. Dengan adanya keterbatasan, maka industri keuangan digital tumbuh subur. Hal ini terekam dalam Studi Penilaian Cepat Pasar Fintech Global Covid-19 dari Cambridge Centre for Alternative Finance yang menghasilkan laporan bahwa 12 dari 13 sektor fintech berhasil tumbuh melesat selama pandemi. Lalu bagaimana nasib fintech pada 2022 ini?

Dampak Fintech Pada Ekonomi Nasional

Pandemi Covid-19 mungkin jadi momentum bagi perkembangan pesat fintech. Dari sisi investasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan menganggap bahwa fintech berkontribusi sebagai mitra pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan investor yang membeli Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara daring. Kalkulasinya, penyerapan ORI16 pada 2019 tumbuh 7,9% dan saat penjualan ORI17 pada 2020 meningkat hingga 12%. Bahkan penjualan ORI19 pada 2021, volume pemesanan pembeliannya mencapai Rp26 triliun.

Situasi lain tercermin dalam peningkatan investor. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 17 Desember 2021 mencatat bahwa pandemi membawa pertumbuhan jumlah investor yang naik sebesar 89,58% dibandingkan periode yang sama sejak akhir 2020. Pada periode tersebut jumlah Single Investor Identification (SID) investor pasar modal juga meningkat dan mencapai 7,35 juta SID. Ini artinya terjadi akselerasi pertumbuhan pada tahun perbaikan di 2021.

Dari sisi penyaluran bantuan sosial nontunai, fintech juga dianggap memiliki sistem yang baik selama pandemi. Dengan adanya fintech, maka saluran bantuan sosial, seperti program Kartu Prakerja yang digulirkan pemerintah dengan berbagai fitur dan manfaatnya diberikan lebih pada 5,3 juta penerima. Dengan bantuan fintech, sistem pengiriman bantuan langsung disalurkan melalui rekening digital atau dompet digital (e-wallet) ke penerima dengan tepat.

Pembayaran publik yang sifatnya cashless juga ternyata menguntungkan pemerintah dalam pengelolaannya. Dari sisi ini, pemerintah yang membutuhkan bantuan fintech dalam rangka penyediaan sistem pembayaran untuk berbagai hal, antara lain ialah pajak, transportasi, pengurusan administrasi dan sebagainya, tentu sangat dimudahkan dengan kolaborasi pemerintah dengan fintech yang menerapkan sistem transaksi cepat, mudah, dan tanpa ribet.

Dukungan fintech juga terasa pada keberlanjutan usaha kecil menengah dalam pengembangan usahanya. Dalam hal ini, para pelaku UMKM, yang membutuhkan dana, jadi lebih mudah mendapatkannya dengan lebih efisien, serta dengan prosedur yang relatif sangat sederhana. Banyaknya bantuan dalam pendanaan ini, membuat fintech yang berada dalam kategori pinjaman daring, tumbuh besar di Indonesia dalam upaya membangun roda perekonomian pelaku usaha kecil dan menengah.

Kinerja tersebut di atas, membuat fintech diperkirakan akan memainkan peran penting pada pertumbuhan ekonomi 2022. Asumsi kuat itu selaras karena beberapa poin penting yang menjadi rujukan terciptanya pertumbuhan tersebut. Antara lain karena perkembangan pesat bank digital dan perkembangan layanan online to offline (O2O). Ditambah lagi, perkembangan digital di Indonesia, dinilai banyak pihak sudah masuk dalam kategori yang mapan, sehingga pelaksanaan aktivitas ekonomi 2022 akan makin masif karena dukungan fintech tersebut.

Tantangan Fintech 2022

Tantangan utama dari fintech ialah pemahaman menyeluruh tentang pengetahuan literasi dan inklusi keuangan oleh publik. Pengetahuan dasar terkait keduanya harus seimbang jika penggunaan fintech ingin optimal. Dalam konteks ini, malah terjadi selisih yang besar antara literasi dan inklusi keuangan. Penggunaan fintech memang tinggi, bahkan kini didukung banyak pihak, namun tidak disertai dengan pemahaman literasi keuangan. Hasilnya, banyak pengguna fintech yang masih tidak bisa membedakan, mana fintech legal dan ilegal.

Merespons kasus di atas, oleh sebab itu, literasi masih perlu didorong oleh berbagai pihak, bukan saja pemerintah, tapi semua pelaku keuangan, mulai dari perusahaan yang bergerak di bidang keuangan sampai para pengajar yang berhubungan dengan sektor keuangan. Peningkatan literasi tentunya akan mendorong pengetahuan yang cukup terhadap inklusi keuangan. Bila sudah cukup, maka penggunaan fintech untuk mendukung berbagai kegiatan bisa maksimal.

Target inklusi keuangan pada 2024, memang sudah dipatok pemerintah, yakni inklusi keuangan harus mencapai 90%. Masalahnya, semua pihak yang berperan dalam industri fintech juga harus menyiapkan dan berbenah diri demi terwujudnya hal itu. Persoalan infrastruktur digital, aspek sumber daya manusia, dan minimnya ketimpangan infrastruktur digital dan informasi, mesti harus direspons dengan baik. Jika tidak, penggunaan fintech akan menemui kendala tiap tahunnya.

Tidak hanya itu saja, Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), juga melihat tantangan fintech di masa depan. Rintangannya antara lain ialah persoalan cybercrime, pelanggaran data pribadi atau perlindungan data, dan serta maraknya fintech ilegal yang berseliweran di Indonesia. Rintangan itu, pada 2022, bisa saja makin masif bila tidak dikendalikan dengan baik. Pada titik ini, regulasi dan tertib aturan bagi penyedia fintech harus menjadi poin penting bagi pelaksanaan aktivitas fintech tersebut.

Pada akhirnya, fintech harus sebagai saluran untuk membantu aktivitas keuangan manusia yang bisa menyumbang peranan pertumbuhan ekonomi nasional. Jika fintech mampu kompatibel dengan iklim ekonomi 2022 yang mulai mengalami tren positif. Maka proyeksi Bank Indonesia (BI) mengenai pertumbuhan ekonomi pada 2022 dapat tumbuh pada kisaran 4,7%-5,5% dan prediksi pemerintah ekonomi di kisaran 5,2% juga bisa terwujud. Jika itu terrealisasi, maka inklusi keuangan bisa tercapai sebelum 2024 nanti.

Manuel Adhy Purwanto, Investment Connoisseur Moduit

*praktisi ekonomi dengan pengalaman 14 tahun di industri finansial, aktif dalam diskusi mengenai perekonomian Indonesia dan sering berbagi pengalaman tentang literasi investasi ke berbagai kampus di Indonesia sebelumnya pernah bekerja di Citibank, Commonwealth Bank, dan HSBC. 

2697