Home Kolom Kota Nusantara, Pusat Gravitasi Ekonomi Baru Indonesia

Kota Nusantara, Pusat Gravitasi Ekonomi Baru Indonesia

 

 

 

Oleh: Jenderal Polisi (Purnawirawan) Prof. Dr. Budi Gunawan, S.H., M.Si


Tak mengherankan bila isu ibu kota negara (IKN) baru mengundang silang pendapat yang sengit di berbagai kalangan. Langkah pemindahan IKN dari Jakarta ke Kota Nusantara di Kalimantan Timur adalah peristiwa penting dengan dampak besar. Konsekuensinya adalah akan terjadi tarik-menarik yang kencang dari berbagai macam kepentingan.

Pengesahan RUU tentang Ibu Kota Baru itu oleh DPR-RI, 18 Desember 2021, kini justru memantik perdebatan yang lebih seru. Ada yang optimistis, ada yang skeptis. Bahkan, ada sekelompok warga yang akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Padahal, dalam pembahasan di DPR, pemerintah telah menyampaikan banyak argumen akan urgensi pemindahan IKN itu. Di antaranya ialah daya dukung lingkungan Jakarta sudah jauh merosot, yang ditunjukkan dengan fenomena genangan banjir, subsidensi (turunnya permukaan tanah) di utara Jakarta, krisis air bersih, dan kelebihan penduduk dengan segala dampaknya. Belum lagi ada risiko gempa besar megathrust di Selat Sunda yang bisa berdampak tsunami sampai ke Jakarta.

Argumen lainnya ialah pemindahan IKN itu akan mendorong penyebaran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Kegiatan ekonomi yang selama ini tersentralisasi di Jakarta, Bodetabek dan Jawa pada umumnya, bisa lebih menyebar. Pemindahan IKN diyakini bakal meringankan tekanan ekologis dan desakan populasi atas Pulau Jawa.

Yang jarang mengemuka ialah argumen etisnya. Pemindahan tersebut, seperti yang sering dikatakan Presiden Joko Widodo di berbagai kesempatan, adalah tonggak transformasi bagi Bangsa Indonesia, disertai dengan semangat dan visi baru. Dalam pandangan Presiden Jokowi, langkah transformatif itu dapat membawa dampak besar, yang tak sekadar memindahkan kantor-kantor pemerintahan dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Transformasi itu berupa perubahan perilaku birokrasi, yang selama ini dicitrakan sebagai "penguasa" menjadi pelayan masyarakat yang cakap dan profesional. Proses transformasi lainnya ialah menjadikan Indonesia negara industri maju, efisien, berteknologi tinggi, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Satu transformasi lainnya ialah menjadikan Indonesia sebagai negara inklusif, setara, terbuka, menghormati keberagaman, dan menjunjung tinggi keadilan.

Kota Nusantara diniatkan bisa menjadi simbol sekaligus pijakan semangat transformatif itu. Ia akan menjadi kota hijau, teratur, tertata, low carbon, serba sirkular dan bisa memberikan akses secara berkeadilan bagi seluruh warga kota. Transportasi umum nyaman, aman dan mudah diakses. Warga kota tak harus menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitasnya.

Pusat Pertumbuhan
Sejumlah pihak menyangsikan bahwa hanya dengan perpindahan 500.000 pegawai negeri, anggota TNI-Polri, dan sekian ribu pejabat akan membuat Kota Nusantara serta merta menjadi pusat ekonomi. Tak ada proses ekonomi, menurut pandangan ini, yang dapat membuat belanja punggawa negara itu berputar menghasilkan produk domestik bruto (PDB) berlipat kali seraya menjadikannya pusat pertumbuhan. Toh, Kota Jakarta punya cerita sendiri untuk menampik skeptisme itu.

Pasca-Perang Kemerdekaan dan Belanda mengakui Kedaulatan Indonesia, ratusan ribu anak muda dari berbagai pelosok Tanah Air datang ke Jakarta. Pada 1945, penduduk Jakarta hanya 630.000 jiwa, naik menjadi 1,43 juta pada 1950, meningkat ke 1,78 juta pada 1952, dan melonjak ke 2,91 juta pada 1961. Hanya sebagian kecil dari mereka yang berharap menangguk gaji dari pemerintah.

Mereka datang ke ibu kota negara karena menganggap bahwa Jakarta ialah harapan kemajuan, modernitas, bahkan dipandang mewakili geliat nasionalisme (Candiwiro, R, Rahadian, 2017). Geliat kreativitas ekonomi pun kemudian mengikuti luapan tenaga kerja itu. Dalam perjalanannya, Jakarta tumbuh menjadi kota industri dan perdagangan, yang bahkan kini meluber ke kawasan Bodetabek, Banten, Karawang, hingga Subang.

Ini yang akan terjadi pada Kota Nusantara di masa depan. Dalam proses pembangunannya, Nusantara akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi pasca pandemi. Ke depan, ia akan menjadi pusat gravitasi ekonomi baru Indonesia. Ekonomi yang berorientasi lingkungan serta mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy).

Kota Nusantara Smart City
Ide besar Bung Karno untuk membangun ibu kota baru diwujudkan oleh Presiden Jokowi melalui Kota Nusantara. Kota ini dirancang menjadi smart city, untuk menjawab tantangan kemajuan era Industri 4.0 dan Society 5.0 saat ini. Dengan identitas sebagai kota hijau, sustainable city, low carbon, Nusantara akan menjadi habitat yang sesuai untuk pengembangan green economy, yang dalam satu dekade terakhir ini begitu pesat kemajuannya.

Dalam visi Presiden Jokowi, Nusantara bakal menjadi kota berstandar 4.0, dengan warganya yang tergolong sebagai Society 5.0, yang menguasai teknologi digital, mampu berpikir mandiri, sanggup memecahkan masalah yang kompleks, berpikir kritis, serta kreatif. Kondisi ini akan menghadirkan ekosistem baru yang sesuai bagi green economy. Ekonomi hijau itu sendiri bertumpu kepada tujuh pilarnya, yakni perubahan iklim, manajemen pelestarian sumber daya alam, ekonomi sirkular (daur ulang), perlindungan lingkungan, pemulihan ekosistem, konservasi air, serta mitigasi bencana.

IKN baru Kota Nusantara sendiri tidak melulu sebagai kota pemerintahan. Ada Kawasan IKN Timur dan Barat yang disediakan untuk bisnis, pendidikan, perhotelan, perniagaan, dan pengembangan talenta. Kota Nusantara juga dikelilingi daerah-daerah yang kaya sumber daya alam. Ia berpotensi menjadi sentra pertumbuhan bagi ekonomi hijau dan menarik daerah sekitarnya. Dalam situasi itu, ekonomi konvensional pun masih akan tumbuh mengikutinya, dalam bentuk pertumbuhan sektor konstruksi, properti, perdagangan, UKM, dan seterusnya.

Karena itulah, para pemangku kepentingan hendaknya bisa membuka diri untuk menerima pandangan pihak lain. Kota Nusantara adalah buah masa depan yang kita tanam hari ini, untuk anak cucu kita yang nanti akan mewarisi.