Home Kesehatan Merck dan BKKBN Kolaborasi Tanggulangi Stunting di Indonesia

Merck dan BKKBN Kolaborasi Tanggulangi Stunting di Indonesia

Jakarta, Gatra.com- Sebagai upaya mendukung pemerintah dalam percepatan penurunan angka stunting di Indonesia, PT Merck Tbk (Merck) menjalin kemitraan dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam sebuah Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang program komunikasi, informasi dan edukasi mengenai pertumbuhan anak.

Penandatangan kerja sama ini dilakukan oleh Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin bersama Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Nopian Andusti, S.E.,M.T yang disaksikan oleh Kepala BKKBN, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) beserta jajaran manajemen kedua belah pihak secara virtual (24/2).

“Kami menyadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan merupakan salah satu aspek penting bagi kesehatan anak. Untuk itu, berbagai permasalahan kesehatan yang masih dihadapi anak Indonesia, termasuk stunting harus segera diatasi," ungkap Hasto.

Dalam hal ini, BKKBN sebagai pelaksana upaya percepatan penurunan stunting nasional hingga 2024 siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan upaya tersebut. Melalui program Indonesia Cegah Stunting, BKKBN jiga telah mengerahkan dukungan ribuan tenaga Penyuluh & Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PKB/PLKB) dan para kader yang tersebar di seluruh Indonesia.

Hal ini untuk melakukan edukasi mengenai pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak dan penegakkan deteksi dini stunting. "Kami berharap melalui kolaborasi ini pencegahan stunting hingga 14% pada tahun 2024 dapat terwujud secara optimal,” ungkapnya.

Saat ini stunting masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang dihadapi anak-anak Indonesia. Meskipun hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menunjukkan bahwa angka stunting telah turun sebanyak 3,3 persen menjadi 24,4 persen dibandingkan dari data 2019 yang mencapai 27,7 persen.

Namun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan angka yang dianjurkan WHO yaitu di bawah 20%. Untuk itu, pencegahan stunting masih menjadi perhatian serius oleh pemerintah agar upaya untuk mempersiapkan Generasi Emas Indonesia pada tahun 2045 tidak terhambat.

Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi anak, Prof. dr. Madarina Julia, MPH., Ph.D, Sp.A(K) mengatakan, perawakan pendek merupakan salah satu keluhan gangguan pertumbuhan  yang sering menjadi alasan seorang anak untuk dibawa ke dokter spesialis anak. "Orang tua cemas, mengira anaknya menderita stunting. Tidak banyak yang menjelaskan bahwa stunting hanyalah salah satu dari berbagai penyebab perawakan pendek,” jelasnya.

Menurut WHO, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang mengalami asupan nutrisi yang buruk, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat.

UNICEF mengatakan bahwa stunting akan membuat seseorang mempunyai prestasi pendidikan yang lebih buruk, lebih cenderung putus sekolah atau tidak mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun penghasilan/ pendapatan yang lebih rendah sebagai seorang dewasa. 

Karena berkaitan dengan asupan nutrisi yang buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat, anak stunting tentu mempunyai riwayat gizi dan riwayat kesehatan yang kurang baik.

Selain itu, anak stunting juga sangat mungkin mengalami gangguan perkembangan. Sehingga, untuk mendiagnosis stunting, selain tinggi badan yang pendek, anak stunting juga kurus dan mempunyai masalah perkembangan.

Untuk dapat mendeteksi dini masalah ini, selain harus dipantau panjang atau tinggi badannya, setiap anak juga harus rutin ditimbang berat badannya, diukur lingkar kepalanya dan dinilai perkembangannya. 

Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin mengatakan bahwa Merck memiliki komitmen untuk ikut serta dalam meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia dan mendukung upaya pemerintah dalam percepatan penurunan angka stunting.

Merck Indonesia bersama BKKBN mengadakan rangkaian program edukasi secara berkesinambungan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait masalah gangguan pertumbuhan pada anak.

Selain itu, melalui pengenalan Kartu Kembang Anak (KKA) Online dalam bentuk aplikasi dari BKKBN, masyarakat diharapkan juga dapat lebih memperhatikan siklus tumbuh kembang anak agar tidak terjadi miskonsepsi perihal stunting dengan perawakan pendek.

“Kami harap melalui kolaborasi dengan BKKBN, angka stunting di Indonesia dapat semakin menurun dan masyarakat di seluruh penjuru Indonesia dapat memahami perbedaan stunting dengan perawakan pendek, serta melakukan pemantauan maupun pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak dan berkonsultasi langsung dengan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan  terdekat,” tutup Evie Yulin.

277