Home Politik PDI-P Tolak Presiden 3 Periode, Namun Belum Nyatakan Sikap Soal Tunda Pemilu

PDI-P Tolak Presiden 3 Periode, Namun Belum Nyatakan Sikap Soal Tunda Pemilu

Jakarta, Gatra.com - Wacana penundaan Pemilu 2024 tengah menyeruak usai sejumlah ketua umum partai politik ramai memperbincangkannya. Menanggapi wacana tersebut, Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, menegaskan sikap partainya menolak perpanjangan masa jabatan menjadi 3 periode.

"Sikap PDI Perjuangan yang disampaikan dalam pembekalan Bu Mega menekankan pada komitmen bernegara, patuh pada konstitusi. Itu tidak bisa ditawar. Prinsip PDI Perjuangan menolak perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode," ujar Masinton dalam diskusi yang diadakan Total Politik, Ahad (27/02).

Kendati menolak wacana presiden tiga periode, Masinton mengaku, PDI Perjuangan belum mengeluarkan sikap resmi secara kelembagaan.

Masinton menghargai usulan tersebut. Namun, dia menekankan usulan penundaan pemilu harus dilandasi pada konteks kebangsaan.

"Kita harus hindari jangan lagi ada kekuasaan yang absolut, tidak terbatas, karena kita masih menganut negara hukum. Kita harus saklek di situ. Usulan ini kita hargai sebagai usulan. Tapi tidak sekadar argumentasi politik," ujarnya.

Jika penundaan pemilihan presiden terjadi, menurut Masinton, akan berdampak terhadap pelaksanaan pemilihan legislatif yang harus dilakukan bersamaan. Pasalnya tidak mungkin terjadi kekosongan lembaga legislatif.

"Pilpres, pileg itu satu kesatuan berbarengan pelaksanaannya. Kalau presiden berakhir 2024 maka secara bersamaan legislatif harus berbarengan. Kan ga mungkin legislatifnya kosong," lanjutnya.

Masinton menjelaskan sebenarnya penundaan dan percepatan pemilu sebelumnya sempat terjadi dalam sejarah Indonesia. Pada masa Soeharto jadi presiden melalui Supersemar, dengan alasan stabilitas ekonomi dan politik, memundurkan Pemilu 1968 menjadi 1971.

Kemudian pada saat B.J. Habibie mendapatkan mosi tidak percaya dari parlemen, Pemilu yang seharusnya dilaksanakan pada 2002 dimajukan menjadi 1999. "Menunda dan memajukan Pemilu itu bukan hal yang baru dalam konteks ketatanegaraan kita," kata Masinton.

1024