Home Politik Perludem: Penundaan Pemilu Sama dengan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Perludem: Penundaan Pemilu Sama dengan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Jakarta, Gatra.com - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut, penundaan Pemilu sama saja dengan memperpanjang masa jabatan presiden.

"Penundaan Pemilu adalah bungkus baru presiden 3 periode. Bedanya 3 periode harus berkeringat dulu dengan pemilu, tapi penundaan pemilu tanpa perlu berkeringat ikut pemilu," ujar Titi dalam diskusi yang diadakan Total Politik, Ahad (27/01).

Menurut Titi, penundaan Pemilu hanya bisa dilakukan dengan amendemen konstitusi. Pasal 7 UUD 1945 mengatur mengenai periodisasi masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Kendati konstitusi bisa diubah, lanjut Titi, namun tidak ada alasan yang logis dan relevan secara konstitusi dan aturan kepemiluan. Alasan menjaga pertumbuhan ekonomi, kata dia, tidak logis untuk dijadikan alasan menunda Pemilu. Penundaan Pemilu, menurut Titi, merupakan cara populer rezim otoritarian untuk memperpanjang masa jabatan dengan menghindari Pemilu.

"Dengan membaca argumen pejabat publik, kita melihat inkonsistensi. Padahal dulu bilang Pilkada tetap dilaksanakan untuk menggerakkan perekonomian. Tapi kemudian elit justru secara tidak bertanggungjawab membawa argumentasi perpanjangan masa jabatan karena Pemilu bisa mengancam pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Terkait kondisi darurat, menurut Titi, kedaruratan bisa berjenjang diusulkan oleh KPU apabila 40% wilayah di Indonesia tidak bisa menyelenggarakan Pemilu.

"Kedaruratan itu berjenjang diusulkan oleh KPU. Karena pasal 12 menyebut negara dalam keadaan bahaya ditetapkan Presiden. Tapi pendekatannya penyelenggara pemilu," ujar Titi.

Menurutnya, jika elit politik secara terus-menerus mengembuskan narasi penundaan Pemilu, dikhawatirkan akan membuat kekacauan politik.

"Kalau wacana ini terus dilanjutkan dan elit politik terus dinarasikan akan bahaya. Orang suka dengan kinerja Pak Jokowi. Tapi orang-orang ini punya komitmen terhadap demokrasi. Jadi ini dua hal berbeda. Kekacauan politik ini bila diteruskan bisa bahaya," ujarnya.

144