Home Regional Forpimka Membiarkan Aksi 'Intoleran' Pemaksaan Kehendak Pencopotan Plang Muhammadiyah

Forpimka Membiarkan Aksi 'Intoleran' Pemaksaan Kehendak Pencopotan Plang Muhammadiyah

Banyuwangi, Gatra.com- Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyuwangi kecewa atas pencopotan plang Muhammadiyah dan Aisyiyah di Dusun Krajan, Desa Tampo oleh Forpimka Cluring, mereka merasa selama ini tidak pernah didengar saat mediasi. PDM juga menyesalkan klaim Forpimka Cluring untuk menjaga kondusifitas yang merupakan hasil mediasi, hal ini karena belum ada hasil titik tengah dari mediasi. Demikian lumajang.jatimnetwork.com, 28/02.

Kronologi berkembangnya situasi dimulai saat pemilik tanah mewakafkan sebidang tanah di Dusun Krajan, Desa Tampo, Kecamatan Cluring ke nadzir yang merupakan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tampo. Kemudian di tanah tersebut didirikan Masjid al Hidayah dan disekitarnya terdapat TK ABA (Aisyiyah Busthanil Athfal).

Ketegangan dimulai saat Muhammadiyah, Aisyiyah dan TK ABA memasang plang di halaman Masjid Al Hidayah. Muncul tuntutan segelintir orang kepada takmir masjid dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tampo. Orang-orang itu mengatakan selama ada papan nama tersebut dianggap tidak bisa menampung keinginan warga yang ingin beribadah di masjid.

Menanggapi hal itu pimpinan ranting selalu menegaskan dan menjamin juga menjelaskan bahwa selama ini ada atau tidak papan nama tersebut masjid ini oleh masyarakat sekitar sudah diyakini merupakan masjid pusat dakwah Muhammadiyah.

Akhirnya dilakukan beberapa mediasi baik di masjid dan kantor desa bersama pemerintah desa serta di kecamatan bersama Forpimka, namun sedianya mediasi yang dilakukan belum menemui titik tengah bagi kedua pihak.

Hingga pada mediasi terakhir ada keputusan 'miring' Forpimka yaitu memerintahkan takmir masjid melepas plang usai Shalat Jumat, 25/2. Forpimka mengambil kesimpulan untuk segera menurunkan papan nama tersebut dengan alasan untuk menjaga agar konflik tidak berkepanjangan.

Setelah jumatan, Forpinkan 'menyerbu' masjid Al Hidayah. “Jadi sesuai hasil kesimpulan kami saat mediasi di kantor kecamatan, maka terhitung hari Jum’at setelah shalat Jum’at maka takmir masjid untuk bisa melepas papan nama yang ada. Kedatangan kami ke masjid ini adalah melaksanakan keputusan mediasi dan agar lingkungan masjid bisa tentram, semua masyarakat enak beribadah,” tegas Henry Suhartono, S.Sos,MM, camat Cluring saat menyampaikan maksud kepada Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tampo.

Takmir Masjid Al Hidayah bersama Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tampo dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Cluring, berpendapat sebelum adanya inkrah atau keputusan dari pengadilan terkait legalitas dan pengelolaan masjid tidak berkehendak mencopot plang.

“Saya rasa apa yang menjadi kesimpulan dari Forpimka tersebut belum bisa menjadi solusi penengah bagi permasalahan masjid ini, dan juga kami masih perlu berkoordinasi dengan pimpinan kami yang di atas lagi seperti pimpinan daerah. Tapi, sepertinya tindakan ini sangat dipaksakan oleh camat, padahal camat tidak berwenang untuk melepas papan nama jika belum ada kepastian hukum,” ujar Sudarto Efendi, Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tampo.

Ketika terjadi negosiasi antara pihak Muhammadiyah dan Forpimka, beberapa orang yang menginginkan diturunkannya papan nama langsung bergerak segera melepas, dan hal ini sempat dicegah kepala dusun. Namun, mereka justru mengeluarkan gerindra yang sudah disiapkan. Forpimka melakukan pendiaman serta pembiaran atas aksi 'intoleran' dan pemaksaan kehendak itu.

PDM Muhammadiyah Banyuwangi melalui Majelis Hukum dan HAM menyayangkan kejadian ini, pemerintah desa dan kecamatan terkesan tidak berada di tengah-tengah masyarakatnya. Sebab dalam mediasi-mediasi sebelumya tanpa menampung dasar-dasar yang disampaikan oleh takmir masjid dan pimpinan ranting Muhammadiyah, bahkan lebih menunjukkan arogansi kepala desa dan camat.

“Kami yang hadir sebagai pendamping takmir dan pimpinan ranting saat mediasi di kecamatan justru dianggap orang luar Cluring yang ikut campur urusan ini. Padahal saya ada tertulis dalam undangan dan berhak untuk menyampaikan pendapat dan dasar-dasar baik dari sisi legalitas formal dokumen yang dimiliki maupun sejarah pengelolaan masjid serta lahan yang ada,” tegas Wahyudi Iksan, MH, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi.

669