Home Hukum Kontroversi Omongan Menag, Ini Kata Kepala Badan Pengembangan Bahasa

Kontroversi Omongan Menag, Ini Kata Kepala Badan Pengembangan Bahasa

Jakarta, Gatra.com - Kepala Badan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia, Endang Aminudin Aziz memberikan pernyataan terkait video Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas. Video tersebut terkait pengaturan toa masjid.

Aziz mengatakan bahwa Gus Yaqut tidak melarang penggunaan toa di masjid/musholla sebab menurutnya hal itu adalah bagian dari syi’ar. Agar tetap menjadi syi’ar, maka penggunaan toa perlu diatur volumenya, maksimal 100 desibel. Selain itu, waktunya juga perlu diatur.

Aziz juga menyebutkan bahwa tidak terdapat pernyataan dari Gus Yaqut yang menyamakan suara adzan dengan suara gonggongan anjing.

“Tidak ada pernyataan langsung (dalam wujud sintaksis) dari Menag Yaqut yang menyamakan suara adzan dengan suara gonggongan anjing,”ucap Aziz melalui pesan singkat pada Senin (28/02).

Menurut Azis, Gus Yaqut membuat analogi gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh kerasnya suara yang keluar dari toa dengan gonggonan anjing dan gemuruh truk serta suara sejenis lainnya yang mungkin menggangu.

Gus Yaqut juga disebut mempersilakan masyarakat untuk mengatur masalah suara-suara yang potensial mengganggu di lingkungannya sendiri supaya tidak menganggu.

Dalam kesempatan tersebut, Aziz menyebutkan bahwa terdapat 2 pertanyaan yang mungkin muncul. Ia mengatakan, tampaknya hal ini yang kemudian memunculkan persoalan. “Pertanyaan yang kemudian mungkin muncul adalah: 1. apakah suara adzan itu memang merupakan gangguan? 2. apakah membandingkan “gangguan” dari suara adzan itu memang sebanding dengan gangguan dari suara gonggongan anjing, suara truk, dan suara-suara lain?,”ucap Azis.

Aziz mengatakan bahwa bagi sebagian orang, adzan bukan merupakan gangguan, jsutru panggilan terhadap ummat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui shalat 5 waktu. Bisa jadi, ucapnya, dengan mendengarkan adzan yang dilantunkan dengan suara merdu malah akan memberikan kenikmatan dan diingatkan akan pentingnya beribadah sholat berjamaah.

Akan tetapi, kata Aziz, mungkin bagi sebagian lainnya, adzan bisa menjadi gangguan kalau dilantunkan dengan tidak baik makhraj dan tajwidnya kemudian ditambah volume suara yang terlalu keras.

Aziz juga menyebutkan bahwa bisa juga sebagian lainnya akan menganggap adzan sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Artinya, tidak membuat dirinya terganggu sebab itu hak ummat Islam untuk mengumandangkannya.

Singkatnya, kata Aziz, persepsi dari masyarakat inilah yang akan sangat berbeda-beda.

“Singkatnya, persepsi dari masyarakat inilah yg pasti akan sangat berbeda-beda. Analisis secara linguistik dan mungkin juga nonlinguistik yang lebih mendalam pasti akan diperlukan untuk melihat semua konteksnya sehingga akan menambah kejelasan,” tutur Aziz.

1660