Home Politik Penundaan Pemilu Langgar Konstitusi dan Bungkam Demokrasi

Penundaan Pemilu Langgar Konstitusi dan Bungkam Demokrasi

Jakarta, Gatra.com – Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto, menyampaikan bahwa penundaan Pemilu 2024 merupakan pelanggaran terhadap konstitusi yang memiliki semangat pembatasan kekuasaan presiden dan berbagai jabatan publik lainnya.

“Jika penundaan pemilu benar-benar terjadi, bahkan jika ia dilakukan dengan amandemen konstitusi, maka Indonesia tidak bisa disebut sebagai negara demokrasi,” katanya dalam webinar bertajuk “Menunda Pemilu, Membajak Demokrasi” pada Selasa petang (1/3).

Wijayano menyampaikan, isu penundaan Pemilu perlu disikapi sangat serius karena pengusulnya telah melibatkan para pimpinan partai politik yang punya konstituen dan kursi di parlemen. Bahkan juga didukung oleh pemimpin ormas Islam terbesar di Indonesia.

“Jika dicermati, wacana ini sebenarnya merupakan metamorfosa dari isu presiden tiga periode yang secara konsisten telah disuarakan elit oligarkhi sejak berakhirnya pemilu 2019. Pada hakikatnya, keduanya adalah upaya untuk memperpanjang kekuasaan dengan tidak demokratis,” katanya.

Menurut Wijayanto, alasan-alasan penundaan Pemilu tidak masuk akal. Jika alasannya tidak ada dana, mengapa Indonesia mempunyai proyek besar pemindahan ibu kota. Jika alasannya krisis ekonomi, maka justru pemilu bisa menjadi cara untuk menghukum pemimpin yang tidak mampu membenahi ekonomi.

”Alasan pandemi juga tidak masuk akal karena justru situasi pandemi hari ini sudah mengarah pada endemi. Tidak seperti pada tahun 2020 saat virus Delta sangat tinggi angkanya, namun pemerintah tetap memaksakan Pilkadal,” ujarnya.

Penundaan Pemilu, lanjut Wijayanto, merefleksikan kepentingan oligarkhi yang secara konsisten menghasilkan kebijakan politik yang memunggungi demokrasi dan mengabaikan suara publik, mulai dari pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengesahan Omnibus Law, UU Minerba, dan sebagainya.

“Penundaan pemilu memberi catatan lain yang semakin memperburuk kemunduran demokrasi di Indonesia yang menjadi keprihatinan ilmuwan secara luas, baik dari dalam dan luar negeri,” ujarnya.

Wijayanto menyebutkan, Economist Intelligence Unit (EIU) menyampaikan bahwa ada sedikit perbaikan skor demokrasi Indonesia pada tahun 2021, meskipun statusnya masih demokrasi cacat. Salah satu penyumbang kenaikan skor itu adalah karena Indonesia memiliki pemilu yang teratur. Dengan demikian, penundaan Pemilu akan membuat skor Indonesia akan makin buruk dan Indonesia kehilangan status sebagai negara demokrasi.

Atas dasar itu, Wijayanto berpendapat bahwa diskusi penundaan Pemilu perlu segera diakhiri dan Indonesia perlu segera fokus pada Pemilu 2024 yang akan segera berlangsung. “Kita perlu menyambut Pemilu itu dengan ikhitiar untuk melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang transformatif, yang mampu menyelamatkan Indonesia dari kemunduran demokrasi,” ujarnya.

50