Home Teknologi SAFEnet Ungkap Penyebab 12 Kali Gangguan Internet di Papua-Papua Barat Tahun 2021

SAFEnet Ungkap Penyebab 12 Kali Gangguan Internet di Papua-Papua Barat Tahun 2021

Jakarta, Gatra.com - SAFEnet baru saja merilis laporan situasi hak-hak digital 2021 di Indonesia pada Rabu, (2/3/2022). Dalam temuannya, SAFEnet mencatat selama tahun 2021 terjadi 12 kali gangguan internet di wilayah Papua dan Papua Barat.
Mereka menduga, empat di antaranya disebabkan bencana alam, sementara delapan lainnya disebabkan adanya operasi militer. “Jadi ini adalah sebuah pemadaman internet yang disengaja dengan alasan keamanan,” kata Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto, dalam diskusi virtual pada Rabu (2/3).
SAFEnet menyimpulkan bahwa situasi hak-hak digital di Papua dan Papua Barat makin memburuk seiring dnegan meningkatnya konflik bersenjata, jumlah eksekusi ekstrayudisial, penghilangan paksa, dan pengungsian ribuan penduduk asi Papua di dataran tinggi Papua. Padahal, dalam kondisi tersebut, koneksi internet kerap digunakan untuk menyuarakan situasi hak asasi manusia (HAM) di wilayah konflik Papua dan Papua Barat.
Media-media lokal Papua seperti Jubi dan Suara Papua kerap melaporkan situasi terkini di wilayah mereka. Terutama ketika terjadi eskalasi konflik antara pasukan separatis Papua dan aparat keamanan NKRI.
Damar menyebut hal tersebut jadi tak berjalan maksimal lantaran terjadinya beberapa kali gangguan akses internet di kedua wilayah itu. “Komunikasi yang biasanya dilakukan tidak bisa lagi menggunakan jaringan Internet. Bahkan jaringan seluler pun tidak menunjukkan adanya sinyal,” bunyi laporan tersebut.
Menurut SAFEnet, beberapa kali gangguan internet di Papua dan Papua Barat, setidaknya sejak Feruari hingga Desember 2021, harus dilihat dalam konteks situasi konflik yang kerap berkecamuk di wilayah itu. “Gangguan-gangguan Internet ini bahkan bisa dikatakan sebagai bentuk serangan digital jika dilakukan dengan sengaja dan penanganan dibiarkan berlarut-larut,” tulis laporan itu.
SAFEnet menilai, apa yang terjadi di Papua dan Papua Barat sebagai saah satu gejala otoritarianisme di ruang maya. Menurut mereka, Indonesia masih belum beranjak dari siaga II otoritarianisme digital.
“Oleh karena itu, kami merekomendasikan bahwa negara harus hadir untuk melindungi aktivis dan penggiat HAM. Kedua, perlu upaya ekstra bagi warga untuk melakukan pelatihan keamanan secara holistik, meliputi keamanan fisik, psikososial, dan digital,” ujar Damar.

187