Home Hukum Tim Investigasi BPKP Kantongi Surat Tugas Hitung Kerugian Negara Korupsi Pesawat Garuda

Tim Investigasi BPKP Kantongi Surat Tugas Hitung Kerugian Negara Korupsi Pesawat Garuda

Jakarta, Gatra.com – Tim Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah mendapatkan Surat Tugas untuk melakukan penghitungan kerugian negara akibat dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2011–2021.

“Sampai saat ini, Tim Investigasi BPKP dan Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah berkolaborasi dalam menentukan kerugian negara yang riil,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Selasa (2/3).

Ketut menyampaikan, Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan pengumpulan dokumen guna mendukung proses penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus ini.

Dalam kasus ini, Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung telah menetapkan 2 orang tersangka, yakni SA selaku Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia periode 2011–2012 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012.

Kemudian, AW selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. 2009-2014 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim pengadaan pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012.

Penyidik langsung menahan kedua tersangka untuk mempercepat proses penyidikan. Penahanan dilakukan selama 20 hari terhitung mulai hari ini, 24 Februari 2022 sampai dengan tanggal 16 Maret 2022.

Tersangka SA ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan tersangka AW di Rutan Salemba Cabang Kejagung. “Sampai saat ini, tim penyidik telah memeriksa dan meminta keterangan sebanyak 60 orang,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kamis (24/2).

Menurutnya, puluhan saksi tersebut di antaranya dari PT Garuda Indonesia, terdiri dari Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan pejabat setingkat vice president. Kemudian, Dewan Komisaris dan Dewan Direksi PT Citilink Indonesia.

“Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600, Tim Pengadaan Pesawat Bombardier CRJ-1000 NG, dan Satuan Pemeriksa Internal PT Garuda Indonesia,” katanya.

Selain itu, lanjut Burhanuddin, Tim Penyidik Pidsus Kejagung juga telah melakukan penyitaan, yakni sebanyak 580 dokumen yang telah dilakukan cluster berdasarkan jenis pengadaan Pesawat ATR maupun CRJ, 1 buah handphone, dan 1 kotak atau dus berisikan dokumen persidangan dalam perkara kasus garuda dari KPK.

“Terkait kerugian keuangan negara, tim penyidik telah melakukan permintaan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara kepada BPKP Pusat,” katanya.

Terkait kerugian negara tersebut, lanjut Burhanuddin telah dilakukan ekspose/gelar perkara antara Tim Penyidik dengan Tim BPKP serta telah diperoleh kesimpulan adanya Kerugian Keuangan Negara dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. “Saat ini proses perhitungannya sedang dilakukan oleh Tim Auditor dari BPKP,” ujarnya.

Burhanuddin menyampaikan, modus operandi kasus ini, yakni pada kurun waktu 2011-2021, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. telah melakukan pengadaan pesawat udara dari berbagai jenis tipe pesawat.

Pesawat-pesawat tersebut, lanjut dia, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600. Terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang berlansung pada periode tahun 2011-2013. Penyimpangan tersebut, yakni:

1. Kajian Feasibility Study (FS) atau Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan, dan analisis risiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa, yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel.

2. Proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang/jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.

3. Adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture.

“Akibat dari pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang menyimpang tersebut mengakibatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600,” katanya.

Jaksa Agung mengatakan, atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc, Kanada, dan perusahan Avions de transport regional) (ATR), Perancis, masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S. -Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC)-Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut.

198