Home Politik Denny JA Nilai Isu Penundaan Pemilu 2024 Tak Cukup Alasan, Bisa Jadi Skandal Politik

Denny JA Nilai Isu Penundaan Pemilu 2024 Tak Cukup Alasan, Bisa Jadi Skandal Politik

Jakarta, Gatra.com - Isu penundaan Pemilu 2024 menjadi polemik belakangan ini. Isu tersebut menjadi pro kontra di kalangan politisi.

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA menilai penundaan pemilu 2024 atau bahkan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi tak punya cukup alasan yang kuat.

Menurutnya, menjadikan pandemi Covid- 19 sebagai alasan untuk menunda pemilu di tahun 2024 justu bertentangan dengan data. Alasan itu ditolak oleh fakta yang sangat terang benderang.

"Jelas sudah. Clear. Bukti menujukkan situasi covid-19 di Indonesia, juga di dunia justru sekarang semakin aman," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/3).

Ia mengungkapkan pemilu hanya dapat ditunda dalam keadaan darurat. Misalnya kasus yang terjadi di Ukraina saat ini yang sedang dilanda perang. Prioritas utama penduduk di sana untuk bertahan hidup. Mustahil bisa berencana penyelenggaraan pemilu seperti di era normal.

Denny menunjukan data Worldometer, pada Maret 2022 jumlah kematian karena Covid-19 kurang dari 500 orang per hari. Puncak kematian per hari di Indonesia terjadi di Agustus 2021. Saat itu di Indonesia yang meninggal dunia per hari sebanyak sekitar 2.000 orang.

Ia menegaskan tak masuk akal Covid-19 dijadikan alasan untuk menunda pesta demokrarsi lima tahunan. Jika alasannya kondisi ekonomi, juga tak bisa dijadikan alasan menunda pemilu. Apalagi Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan ekonomi Indonesia terus membaik.

Ia menduga para politisi penggagas isu penundaan pemilu seolah membela Jokowi justru sebenarnya menjerumuskan. Sejarah justru akan paling menyalahkan Jokowi karena dianggap tak cukup berbuat (not doing enough) mencegah para pendukungnya bermanuver menunda pemilu.

"Karena tak cukup alasan, sebaiknya para politisi menghentikan manuvernya untuk menunda pemilu, dari tahun 2024 ke 2027. Memperpanjang kekuasaan tanpa alasan yang cukup akan dicatat sejarah sebagai skandal politik," ucapnya.

117