Home Hukum Korban KSP Indosurya Tuntut Transparansi Sitaan Aset Oleh Kepolisian

Korban KSP Indosurya Tuntut Transparansi Sitaan Aset Oleh Kepolisian

Jakarta, Gatra.com - Kuasa hukum korban kasus gagal bayar KSP Indosurya, Alvin Lim, merasa kesal kepada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri saat mengetahui surat peyitaan aset Indosurya hanya mobil bekas operasional.

Padahal pada tahun 2021, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika mengungkapkan polisi tengah mengupayakan pengejaran aset-aset tersangka demi mengembalikan kerugian ke para korban. Diantaranya aset yang ada di Australia dan Singapura, termasuk sebuah kapal pesiar.

“Ketika kami menanyakan ke direktur (Dirtipideksus Bareskrim Polri) baru Whisnu Hermawan kita minta buka. Info orang dalam sitaan hanya mobil rongsok milik marketing Indosurya yang dipakai untuk operasional yang tidak ada nilainya,” kata Alvin kepada Gatra.com, Selasa (8/3).

Sedangkan total kerugian semua investor yang jumlahnya mencapai 14.500 ditaksir mencapai Rp15,9 triliun. Alvin mempertanyakan kenapa Whisnu Hermawan tidak berani mengeluarkan rincaian aset yang disita.

“Disini kami duga ada kebohongan publik karena yang kami dengar ada permainan bagi-bagi aset jarahan. Ini yang kami khawatirkan. Kalau Mabes tidak bersedia memberikan rincian apa aset yang disita ini aneh,” jelas Alvin.

Sikap tersebut tegas Alvin sangat melanggar slogan presisi yang didengungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dimana salah satu unsur presisi adalah transparansi.

“Kita punya list aset itu tidak digubris apalagi ada unsur Suwito Ayub bisa hilang,” imbuh Alvin.

Kasus ini berawal dari penghimpunan dana diduga secara ilegal menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta yang dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Februari 2020.

Tersangka Henry Surya diduga menghimpun dana dalam bentuk simpanan berjangka dengan memberikan bunga 8–11%, kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan tanpa dilandasi ijin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kegiatan itu berakibat gagal bayar.

Henry yang menjabat sebagai ketua Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta memerintahkan tersangka lainnya Head Admin June Indria dan tersangka Manager Direktur Koperasi Suwito Ayub untuk menghimpun dana masyarakat menggunakan badan hukum Kospin Indosurya Inti/Cipta.

1000