Kyiv, Gatra.com- Pasukan Rusia menghadapi kemunduran dalam invasi mereka ke Ukraina, pejabat intelijen AS mengatakan. Pejabat itu menekankan bahwa rencana Presiden Vladimir Putin untuk mendirikan pemerintahan boneka di Kyiv tidak mungkin berhasil di tengah perlawanan sengit Ukraina. Aljazeera, 08/03.

Selama sidang kongres pada Selasa, kepala badan intelijen Amerika Serikat mengatakan kepada anggota parlemen bahwa meskipun ada masalah dengan invasi, Putin kemungkinan akan meningkatkan konflik dalam beberapa minggu mendatang.

“Kami menilai Moskow meremehkan kekuatan perlawanan Ukraina dan tingkat tantangan militer internal yang kami amati, yang meliputi rencana yang dibangun dengan buruk, masalah moral dan masalah logistik yang cukup besar,” kata Direktur Intelijen Nasional, Avril Haines.

Haines menambahkan bahwa masih belum jelas apakah Rusia akan mengejar rencana maksimal untuk menguasai seluruh Ukraina, dan jika itu terjadi, akan "sangat menantang" bagi Moskow untuk menguasai dan mengendalikan negara itu.

Dia mengatakan Putin “menganggap ini adalah perang yang dia tidak bisa dikalahkan” tetapi definisi kemenangannya mungkin berubah mengingat biaya signifikan yang dikeluarkan Rusia.

Presiden Rusia tidak mengantisipasi dampak sanksi Barat atau mundurnya sektor swasta dari Rusia, kata Haines kepada legislator. “Namun demikian, analis kami menilai bahwa Putin tidak mungkin terhalang oleh kemunduran seperti itu dan sebaliknya dapat meningkat, pada dasarnya berlipat ganda untuk mencapai perlucutan senjata dan netralitas Ukraina untuk mencegahnya agar tidak berintegrasi lebih lanjut dengan AS dan NATO,” katanya.

Direktur CIA William J Burns menggemakan komentar Haines, mengatakan bahwa asumsi Putin tentang Ukraina ternyata "sangat cacat", dengan Ukraina mengembangkan rasa "kebangsaan dan kedaulatan" yang kuat setelah Rusia mencaplok Krimea pada tahun 2014 .

“Saya gagal melihat – dan analis kami gagal melihat – bagaimana dia bisa mempertahankan rezim boneka atau kepemimpinan pro-Rusia yang dia coba pasang dalam menghadapi oposisi besar-besaran dari rakyat Ukraina,” kata Burns.

Rusia melancarkan invasi habis-habisan ke Ukraina pada 24 Februari setelah kebuntuan selama berbulan-bulan yang membuat Moskow mengumpulkan pasukan di dekat perbatasan Ukraina karena menuntut diakhirinya ekspansi NATO ke bekas republik Soviet.

Perang telah memaksa dua juta orang meninggalkan negara itu dan menghancurkan daerah-daerah di seluruh Ukraina dengan kota-kota besar, termasuk ibu kota Kyiv, menghadapi pemboman dan pengepungan Rusia. AS dan sekutunya dengan cepat menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap ekonomi Rusia serta sanksi keuangan terhadap Putin dan elit di lingkaran dalamnya .

Pada hari Selasa, Presiden AS Joe Biden mengumumkan larangan impor minyak dan gas Rusia. Tidak seperti banyak negara di Eropa, AS – produsen minyak utama – tidak bergantung pada bahan bakar Rusia untuk kebutuhan energinya.

“Kami melarang semua impor minyak dan gas serta energi Rusia. Itu berarti minyak Rusia tidak akan lagi dapat diterima di pelabuhan AS dan rakyat Amerika akan memberikan pukulan kuat lainnya terhadap mesin perang Putin,” kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih, Selasa.

Sementara itu, pejabat intelijen AS yang bersaksi di Capitol Hill menuduh pasukan Rusia menunjukkan "pengabaian yang sembrono" terhadap warga sipil, memperingatkan bahwa serangan terhadap kota-kota Ukraina dapat meningkat seiring dengan meningkatnya situasi. Burns CIA memperkirakan pertempuran "beberapa minggu ke depan yang buruk".

"Satu hal yang saya benar-benar yakin, dan saya pikir analis kami di seluruh komite intelijen benar-benar yakin, adalah Ukraina akan terus melawan dengan keras dan efektif," kata Burns kepada anggota parlemen.

Scott Berrier, direktur Badan Intelijen Pertahanan AS, memperkirakan bahwa Rusia telah kehilangan “antara 2.000 dan 4.000” tentara sejak invasi dimulai, penilaian yang katanya dibuat “dengan kepercayaan rendah”. “Angka itu berasal dari beberapa sumber intelijen tetapi juga open source,” kata Berrier.