Home Ekonomi Softbank Mundur dari Proyek IKN, Ke Mana Pemerintah Mesti Cari Duit?

Softbank Mundur dari Proyek IKN, Ke Mana Pemerintah Mesti Cari Duit?

Jakarta, Gatra.com- Perusahaan modal ventura asal Jepang, Softbank, mundur dari proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Keputusan itu diumumkan oleh Softbank pada hari Jumat, 11 Maret lalu. Padahal Softbank, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan awal tahun 2020 lalu, berniat menanamkan investasi senilai US$100 miliar atau setara Rp1.432 triliun ke proyek IKN.

Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan, ada dua konsekuensi akibat mundurnya Softbank sebagai jajaran penyuntik modal IKN. Pertama, jika pemerintah ingin mengejar pembangunan IKN tepat waktu maka investasi awal IKN sebanyak 80-90% harus diperoleh dari APBN.

Di tengah target menurunkan defisit di bawah 3% pada 2023, Bhima melanjutkan, maka pemerintah akan mengandalkan keuntungan penerimaan dari komoditas, dan menambah pembiayaan utang baru.

Kedua, pemerintah perlu cari pengganti Softbank, entah lembaga investasi hedge fund maupun sovereign wealth fund dari negara mitra, seperti Arab Saudi, misalnya. Sayangnya, kata Bhima, mencari investor sekelas Softbank bukan hal mudah, apalagi proses pembangunan IKN segera dimulai. "Butuh proses uji kelayakan, pembacaan situasi ekonomi dan hitung-hitungan manfaat sosial-politik bagi investor," ia menambahkan dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra.com (13/03).

Di sisi lain, Bhima tak terkejut dengan mundurnya Softbank dari proyek IKN. Menurut dia, Softbank memang memiliki masalah keuangan internal, bahkan sejak masa sebelum pandemi. Ia mencatat, kerugian Softbank dari Wework tahun 2020 dan Alibaba tahun 2021 belum bisa tergantikan hingga saat ini.

Menurut Bhima, mundurnya Softbank memberi sinyal kepada para investor yang berada di balik Softbank bahwa strategi perusahaan akan lebih terfokus pada pendanaan startup digital. "Bukan proyek pemerintahan," ujar Bhima.

Bhima menduga, Softbank menakar ada indikasi kuat risiko politik pembangunan IKN yang cukup tinggi. Kegaduhan soal perpanjangan masa jabatan presiden juga membuat investor memilih wait and see. "Investasi di IKN bukan jangka pendek, butuh kepastian jangka panjang," ia menambahkan.

Di sisi lain, faktor perang di Ukraina menambah deretan ketidakpastian global. Bhima menilai, risiko inflasi yang tinggi di negara maju akan membuat biaya pembangunan IKN naik signifikan, imbas dari terganggunya rantai pasok global.

Hal ini, umpamanya, pernah terjadi saat pembangunan ibu kota negara di Putrajaya-Malaysia saat krisis moneter 1998. Saat itu, biaya pembangunan tersebut naik signifikan.

223

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR