Home Kolom Pakar Sebut PP Nomor 13 Tahun 2022 Berpotensi Langgar Konstitusi

Pakar Sebut PP Nomor 13 Tahun 2022 Berpotensi Langgar Konstitusi

PP Nomor 13 Tahun 2022 Berpotensi Langgar Konstitusi

Oleh: Laksamana Muda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto*

 

Pada Jumat, 11 Maret 2022 telah terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2022 tentang Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum di wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia (KK&PHWPWYI). Beleid ini ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly.

Secara umum, keberadaan PP mengatur tentang tugas Badan Keamanan Laut (Bakamla) beserta ancaman yang ada di laut. Menurut hemat saya, terbitnya PP 13/2002 ini bukannya menyelesaikan masalah keamanan yang ada di laut, tetapi justru menghasilkan persoalan baru. Yang lebih dikhawatirkan keberadaan PP disinyalir melanggar konstitusi—di mana presiden bisa jadi dituding melanggar kewenangannya dalam pasal 5 ayat 2 UUD 1945—dan berpotensi menimbulkan kegaduhan politik.

Kenapa PP Nomor 13 Tahun 2022 ini akan menambah masalah. Untuk mendapatkan kejelasannya mari kita telusuri satu persatu. Pertama, dari sisi landasan hukum pembuatan PP. Kita tahu pasal 5 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Selanjutnya, pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di mana materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Lalu, apa yang dimaksud dengan klausul: “Menjalankan Undang-Undang (UU) sebagaimana mestinya?”. Harus kita pahami bahwa amanah untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya adalah penetapan PP untuk melaksanakan peruntah UU atau menjalankan UU sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan.

Pengujian PP 13/2022 tentang KK&PHWPWYI

Sekarang, mari kita uji PP 13/2022 tentang KK&PHWPWYI apakah memenuhi persyaratan menjalankan UU sebagaimana mestinya.

1. Melaksanakan perintah undang-undang.

Untuk mengetahui perintah UU dapat dilihat pada materi pasal UU yang tertulis pada kolom “Menimbang dan Mengingat” PP 13/2022 tentang KK&PHWPWYI. Pada kolom “Menimbang” huruf c tertulis pasal 13 ayat (2) huruf c, Pasal 62 huruf a, huruf c dan pasal 63 ayat 1 huruf c UU 32/2014 tentang Kelautan. Sedangkan pada kolom “Menimbang” angka 2 tertulis UU 32/2014 tentang Kelautan.

Artinya, PP 13/2022 tentang KK&PHWPWYI akan melaksanakan materi dari pasal 13 ayat (2) huruf c, Pasal 62 huruf a, huruf c dan pasal 63 ayat 1 huruf c UU 32/2014 tentang Kelautan. Setelah diteliti ternyata Pasal 13 ayat 2 huruf c UU 32/2014 ttg Kelautan yang berbunyi : pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut; berada dalam Bab V yang mengatur tentang Pembangunan Kelautan. Dan sangat jelas, materi pasal ini tidak berbunyi untuk pembuatan Peraturan Pemerintah.

Materi pasal yang memerintahkan untuk membuat Peraturan Pemerintah adalah pasal 13 ayat 4 yang selengkapnya berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan Pembangunan Kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah”.

Mengalir dari pasal 13 ayat 4 ini sangat jelas bahwa pasal 13 ayat 2 itu adalah salah satu materi yang akan diatur pada PP tentang Kebijakan Pembangunan Kelautan bukan pada PP tentang Keamanan, Keselamatan dan Penegakan hukum di wilayah perairan indonesia dan wilayah yurisdiksi.

Selanjutnya, mari kita perhatikan materi pasal 62 huruf a yang selengkapnya berbunyi: “Menyusun kebijakan nasional dibidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia”.

Sedangkan, huruf c selengkapnya berbunyi: “Melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia”.

Sekarang materi pasal 63 ayat 1 huruf c selengkapnya berbunyi: “Mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.”

Mengalir dari materi pasal 62 huruf a dan c serta pasal 63 ayat 1 huruf c tidak ada satupun yang memerintahkan untuk pembuatan Peraturan Pemerintah. Bahkan, ternyata bahwa pasal 62 dan pasal 63 ini adalah bagian dari Bab IX Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan keselamatan di laut yang mengatur tentang Bakamla di mana pada pasal 67 diatur bahwa Ketentuan Lebih lanjut mengenai struktur organisasi, tata kerja dan personal Badan keamanan Laut diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres).

Berdasarkan perintah pasal 67 inilah kemudian lahirlah Peraturan Presiden nomor 178 tahun 2014 tentang Bakamla. Jadi, sangat jelas terlihat bahwa TIDAK ADA PERINTAH UU untuk membuat PP 13/2002 tentang KK&PHWPWYI.

2. Tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yang bersangkutan

Materi Pasal 11 PP 13/2022 tentang KK&PHWPWYI berbunyi: “Segala Pendanaan Personel beserta aset patroli instansi terkait dan instansi teknis yang ditunjuk dalam melaksanakan Patroli bersama dialokasikan pada anggaran badan (Bakamla)” Materi Pasal 11 PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI ini sama sekali tidak ditemukan dalam UU yang bersangkutan yaitu UU 32/2004 tentang Kelautan. Dengan demikian, PP 13/2022 tentang KK&PHWPWYI menyimpang dari UU yang bersangkutan.

Hal kritis lain yang dapat dilihat, yakni keberadaan Pasal 4 ayat 2 dari PP 13/2022 yang berbunyi: “Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berperan sebagai koordinator kementerian/lembaga pada forum internasional di bidang keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut sesuai dengan ketentuan peraturan di bidang hubungan luar negeri”.

Aturan dari PP 13/2022 yang menyebutkan Bakamla sebagai koordinator persoalan keamanan di laut tidak akan berjalan. Pertama, tidak mungkin Bakamla yang bukan penyidik lalu akan menjadi koordinator para penyidik.Sudah pasti para penyidik akan mengabaikannya.

Kedua, tidak mungkin Bakamla yang harus menyerahkan penindakannya kepada para penyidik akan menjadi koordinator para penyidik. Ini logika berpikir yang aneh bin ajaib, karena Bakamla yang bukan penyidik tapi mau jadi koordinator para penyidik. Ketiga, Bakamla bukan penegak hukum, tentunya tidak pantas untuk mewakili para penegak hukum di forum internasional.

Keempat, materi Pasal 4 ayat 2 ini bertentangan dengan materi Pasal 1 angka 3 dan angka 5 yang membatasi bahwa, Tugas Bakamla hanya melaksanakan Pengumpulan Informasi, Penindakan dan Penyerahan hasil tindakan.

Kelima, pada kolom Mengingat dan menimbang hanya tertulis UU 32/2014 tentang Kelautan. Artinya, yang diatur oleh PP ini hanya Bakamla saja, instansi lain yang tidak diatur oleh UU 32/2014 tentang Kelautan jelas tidak tunduk pada PP ini, sehingga PP ini dapat diabaikan oleh instansi lainnya.

Kesimpulan

Dari uraian terlihat bahwa PP 13/2022 tentang KK&PHWPWYI tidak menjalankan UU sebagaimana mestinya karena UU 32/2014 tentang Kelautan tidak memerintahkan untuk membuat PP 13/2022 tentang KK&PHWPWYI. Mengingat menurut konstitusi, pasal 5 ayat 2 UUD 45, bahwa PP itu dibuat oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya, akan tetapi yang terjadi adalah presiden membuat Peraturan Pemerintah tidak untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. Apakah ini dapat dibenarkan?

*Penulis pengamat maritim. Mantan Kepala BAIS TNI

978