Home Hukum Peradi: Pandangan VP KAI soal Multibar Tak Relevan

Peradi: Pandangan VP KAI soal Multibar Tak Relevan

Jakarta, Gatra.com – Sekretaris Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Adardam Achyar, angkat bicara soal pandangan Vice President Kongres Advokat Indonesia (VP KAI), Juju Purwanto, bahwa organisasi advokat Indonesia adalah multibar.

Adardam dalam keterangan tertulis pada Minggu (20/3), menyampaikan, pandangan Juju bahwa organisasi advokakat multibar serta mempersoalkan konstitusionalitas Peradi sebagai wadah tunggal (single bar), didasarkan pada Putusan Mahakamah Konstitusi (MK) No. 101/PUU-VII/2009 tidak lagi relevan.

“Menurut hemat kami adalah pendapat yang tidak relevan lagi untuk dikemukakan pada saat ini dengan alasan-alasan sebagai berikut ini. Pertama, Putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006 tanggal 30-11-2006 antara lain MK memberikan pendapat hukum,” katanya.

Pendapat hukum tersebut, lanjut dia, “Bahwa ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat yang memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan menunjukkan bahwa karena kedudukannya itu diperlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat. Karena Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat menyebutkan, Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini, dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat, maka organisasi Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.

Kedua, kata Adardam, putusan MM Nomor 66/PUU-VIII/2010 tanggal 27-06-2011, antara lain MK memberikan Pendapat Hukum “Bahwa Pasal 32 Ayat (3) dan Ayat (4) UU Advokat sesungguhnya merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat dua tahun dan dengan telah terbentuknya Peradi ebagai Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat, sehingga tidak relevan lagi untuk dipersoalkan konstitusionalitasnya".

Ketiga, setelah adanya Putusan MK No. 101/PUU-VII/2009, MK dalam perkara-perkara pengujian terhadap UUA berikutnya, terutama yang berkaitan dengan Organisasi Advokat yang dimaksud dalam Undang-Undang Advokat (UUA), dalam memberikan pendapat hukum/pertimbangan hukum senantiasa mengaitkannya dengan keberadaan Peradi sebagai Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006, tidak pernah mengaitkannya dengan organisasi advokat yang lain.

Menurutnya, itu menegaskan bahwa dalam konteks Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 (1) UUA, MK saat ini hanya mengakui Organisasi Advokat Peradi sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa organisasi Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.

Adardam yang juga menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (DPP IKADIN), lebih lanjut menjelskan bahwa organisasi advokat adalah single bar dan Peradi sebagai satu-satunya orgaisasi advokat yang sah. Ini juga untuk melusurkan pemberitaan media daring berdasarkan pendangan Juju.

UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UUA), pada Pasal 28 Ayat (1) menyatakan bahwa organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan UU ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas advokat.

Menurutnya, tidak dapat dipungkuri frasa ”merupakan satu-satunya wadah profesi advokat” bermakna dan harus dimaknai bahwa organisasi advokat yang akan dibentuk berdasarkan perintah UUA adalah ”satu organisasi advokat”, dengan kata lain Single Bar.

“Kemudian, Pasal 5 Ayat (1) UUA menyatakan advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas, dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan,” katanya.

Menurut Adardam, untuk dapat memahami secara benar mengenai prinsip single bar dan advokat berstatus sebagai penegak hukum, maka terlebih dahulu harus memahami konsiderans UUA, yakni pada bagian menimbang huruf b yang menyatakan “Bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh luar, memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan dan hak asasi manusia”

“Dari konsiderans UUA tersebut terlihat bahwa advokat adalah profesi yang diperlukan oleh kekuasaan kehakiman untuk dapat terselenggarannya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan dan hak asasi manusia,” ujarnya.

Menurutnya, bunyi dari konsiderans tersebut merupakan suatu keistimewaan dan penghargaan bagi profesi advokat, hal mana tidak terdapat, baik dalam UU tentang Kepolisian maupun dalam UU tentang Kejaksaan.

Dalam perkara No. 019/PUU-I/2003 terkait dengan pengujian terhadap norma Penjelasan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 14 sampai 17, Pasal 32 Ayat (2), Pasal 3 Ayat (1), dan Pasal 32 Ayat (3) UU No. 18 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD 1945, DPR RI yang diwakili oleh H. Hamdan Zoelfa, S.H. dan Akil Mukhtar, S.H. di muka persidangan pada pokoknya menyatakan, bahwa mengenai advokat tidak diatur dalam UUD 1945, tetapi dasar pengaturan tentang advokat harus dikembalikan kepada Pasal 24 Ayat (3), yaitu badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

“Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UUA adalah organ negara dalam rumpun kekuasaan yudikatif,” katanya.

Karena Peradi adalah organ negara dalam arti luas, lanjut Adardam, maka sudah barang tentu Peradi (organisasi advokat) harus bersifat tunggal (single bar), sama dengan organisasi-organisasi penegak hukum lainnya, seperti Kepolisian dan Kejaksaan.

Mengingat advokat tugas dan fungsinya termasuk ke dalam rumpun yudikatif, maka MK dalam Putusan Perkara No. 014/PUU-IV/2006 antara lain menyatakan 'Karena Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat menyebutkan, organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan UU ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat, maka organisasi Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara (vide Putusan Mahkamah Nomor 066/PUU-II/2004)”.

Dengan dasar tersebut, ratio legis organisasi advokat (Peradi) harus dalam bentuk single bar adalah karena Peradi sebagai organisasi advokat adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara guna terselengarannya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan ,dan hak asasi manusia.

Berkaitan dengan prinsip single bar ini MK dalam Putusan Nomor 66/PUU-VIII/2010 memberikan Pendapat Hukum “Bahwa ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat yang memberikan status kepada advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan menunjukkan bahwa karena kedudukannya itu diperlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat”.

Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat sebagaimana dimaksud dalam UUA memiliki wewenang untuk melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat sebaaimana Pasal 2 Ayat (1), pengujian calon Advokat [Pasal 3 Ayat (1) huruf f], pengangkatan Advokat [Pasal 2 Ayat (2)], membuat kode etik [Pasal 26 Ayat (1)], membentuk Dewan Kehormatan [Pasal 27 Ayat (1)], membentuk Komisi Pengawas [Pasal 13 Ayat (1)], melakukan pengawasan [Pasal 12 Ayat (1)], dan memberhentikan Advokat [Pasal 9 Ayat (1) UU Advokat].

“Atas dasar uraian di atas, kita sampai kepada fakta dan kesimpulan bahwa spirit dari UUA adalah single bar, Peradi (dengan Ketua Umum Prof. Otto Hasibuan, S.H., M.M.) adalah organisasi advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 Ayat (1) UUA juncto Pasal 1 angka 4 UUA, dan pembentukan dan keberadaan Peradi konstitusional,” katanya.

5837