Home Nasional WALHI Tolak Undangan Konsultasi Publik IKN Lewat Surat Terbuka

WALHI Tolak Undangan Konsultasi Publik IKN Lewat Surat Terbuka

Jakarta, Gatra.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyampaikan surat terbuka kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas terkait Surat Undangan Konsultasi Publik Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara Nomor 03283/HM.01.01/SES/B/03/2022 tertanggal 17 Maret 2022.

Direktur Eksekutif WALHI Nasional, Zenzi Suhadi menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menerima surat undangan ini secara formal. Baik berupa fisik maupun elektronik melalui e-mail.

WALHI yang dalam surat undangan itu tercantum sebagai peserta, secara tegas menolak Konsultasi Publik Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara. Terdapat dua alasan utama penolakan WALHI yang tercantum dalam surat terbuka ini.

Pertama, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang akan dikonsultasikan menginduk pada produk Undang-Undang yang proses pembentukannya disusun tanpa kajian komprehensif dan telah mengabaikan hal-hal prinsipil, terutama prinsip partisipasi publik yang bermakna. Kedua, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang akan dikonsultasikan merupakan aturan turunan dari Undang-Undang yang melegitimasi keputusan politik dengan mengabaikan prinsip partisipasi publik yang bermakna tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

“Hal yang harus menjadi perhatian dan dipenuhi dalam pembentukan undang-undang adalah partisipasi masyarakat,” tegas Zenzi dalam surat terbuka yang diterima pada Senin (21/3).

Menurutnya, kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang sebenarnya juga merupakan pemenuhan amanat konstitusi. Partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak-hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara.

“Apabila pembentukan undang- undang dengan proses dan mekanisme yang justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya, maka dapat dikatakan pembentukan undang-undang tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat (people sovereignty),” tulisnya.

Oleh sebab itu, WALHI menuntut partisipasi masyarakat dilakukan secara bermakna (meaningful participation) sehingga tercipta partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh. Partisipasi masyarakat yang lebih bermakna yang dimaksud setidaknya memenuhi tiga prasyarat.

“Pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard). Kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered). Dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained),” jelas Zenzi.

Partisipasi publik, terutama diperuntukan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang sedang dibahas. Dari poin-poin ini, maka WALHI menyatakan keberatan dan menolak Konsultasi Publik Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang tidak memenuhi prinsip partisipasi publik.

“Kami berharap adanya mekanisme koreksi atas berbagai keputusan sepihak pemerintah selama ini yang dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan dan keyakinan (trust and confidence) warga Negara terhadap Penyelenggara Negara,” katanya.

107