Home Teknologi Komersialisasi, Hilirisasi Manajemen Penelitian Dorong Ekonomi Berbasis Pengetahuan

Komersialisasi, Hilirisasi Manajemen Penelitian Dorong Ekonomi Berbasis Pengetahuan

Jakarta, Gatra.com- Proses hilirisasi manajemen penelitian perlu dikembangkan hingga proses komersialisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis pengetahuan.

“Sebagai funding agency, deputi kami memberikan pendanaan untuk kegiatan riset dan inovasi," kata Plt. Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono dalam webinar berkonsep Ruang Bincang dengan tema “Iklim Riset dan Produksi Pengetahuan di Masa Depan”, Rabu (23/3).

Ada tiga tingkatan fasilitas riset dan inovasi, dimulai dari pengembangan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), skema kompetisi dan skema yang mendekati ke implementasi atau komersialisasi.

"Kebijakan fasilitasi riset untuk riset-riset bertema kebijakan (policy research) serta proses kelaikan etik dan fasilitas pendanaan untuk riset-riset tersebut.  Semuanya kita dorong untuk banyak berkolaborasi dengan banyak pihak.” kata Agus.

Perkembangan iklim riset di Indonesia semakin menarik minat para praktisi, akademisi dan pemangku kepentingan lainnya. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memberi mandat bahwa pengembangan bidang iptek dan inovasi harus terus berkembang sesuai dengan koridor masing-masing.

Ia menjelaskan, saat ini ada delapan jenis skema fasilitasi riset dan akan terus bertambah. Sementara itu, BRIN telah mengembangkan regulasi turunan, meskipun masih berbentuk peraturan BRIN, terkait klirens etik yang didalamnya termasuk mengenai izin peneliti asing.

“Kami berharap aturan-aturan yang sedang kami buat tidak menyulitkan bagi periset karena kami yakin kita membutuhkan kolaborasi sebesar-besarnya dengan berbagai pihak,” kata Agus.

Lebih lanjut, Direktur Pendidikan Tinggi dan IPTEK, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Tatang Muttaqin menyampaikan tentang proses teknokratis dalam mengonsolidasikan kebijakan berbasis bukti.

“Dari riset kebijakan, secara regulasi ada irisan antara UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Sisnas IPTEK, Bappenas mengonsolidasikan dan BRIN melakukan kajian dan menyampaikan rekomendasi," jelasnya.

Dalam dua proses tersebut, yang dikenal dengan proses teknokratis agar kebijakan berbasis bukti dapat dikonsolidasikan. "Titik temu ini yang kita cari dan akan menjadi sebuah tradisi untuk menghasilkan policy terbaik untuk berkontribusi pada peningkatan ekonomi,” kata Tatang.

Selain itu, Kepala Program Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN, Trina Fizzanty juga menjelaskan bagaimana BRIN memanfaatkan peran strategisnya dalam menjembatani kolaborasi antar periset BRIN dan periset eksternal. Seperti lembaga-lembaga riset independen yang ada di Indonesia.

“Kami melihat kehadiran lembaga riset independen (LRI) adalah sebuah aset bagi nasional, karena tidak hanya bergerak dari sisi diseminasi dari pengetahuan ke kebijakan tetapi juga menghasilkan pengetahuan. Kolaborasi diperlukan agar kita dapat memberikan evidence yang solid bagi pembuat kebijakan,” kata Trina.

Ia menjelaskan bahwa BRIN memiliki rumah program yang didesain untuk bisa menjawab persoalan strategis nasional. “Mengenai metode, tidak perlu dikhawatirkan di dalam rumah program karena dijaga dengan proses manajemen kualitas dari proses producing knowledge. Komite etik juga telah menjadi bagian dari proses bisnis rumah program,” imbuh Trina.

Advisor Center for Innovation and Policy Governance (CIPG), Yanuar Nuhgroho mengatakan empat rekomendasi, pertama perlunya kebijakan untuk melindungi dan menjamin independensi bagi peneliti. Kedua, kebijakan ini perlu dituangkan dalam kerangka regulasi sebagai turunan dari UU Sisnes Iptek.

"Ketiga, kebijakan ini diimplementasikan dalam kerangka kelembagaan yang mengacu pada amanat UU Sisnas Iptek. Dan yang terakhir adalah perlunya menetapkan mekanisme akuntabilitas,” ungkap Januar. 

Independensi riset merupakan faktor penting dalam memproduksi pengetahuan yang akuntabel. Pada akhirnya, instansi pemerintah dan lembaga think tank perlu menjalankan perannya masing-masing sekaligus menjalin kolaborasi guna meningkatkan kualitas riset di Indonesia.

Independensi dan kolaborasi menjadi aspek kunci untuk membentuk iklim riset yang kondusif untuk masa depan Indonesia.

389