Home Hukum ELSAM Dorong Pemerintah Kuatkan Komitmen Usut Kasus Pelanggaran HAM Berat

ELSAM Dorong Pemerintah Kuatkan Komitmen Usut Kasus Pelanggaran HAM Berat

Jakarta, Gatra.com – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mewujudkan komitmen politiknya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat.

Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar, mengatakan bahwa pemerintah dapat memulai langkah tersebut dengan menginisiasi pembentukan tim kepresidenan. Tim ini akan memperoleh mandat dan wewenang untuk melakukan proses pengungkapan kebenaran.

Menurut Wahyudi, pengungkapan kebenaran menjadi sangat esensial guna memenuhi sejumlah hak korban, seperti hak untuk tahu, hak keadilan, hak atas pemulihan, jaminan kepuasan (satisfaction), dan ketidakberulangan.

“Pada Hari Internasional untuk Hak atas Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran HAM Berat ini, Indonesia perlu memperkuat kembali komitmen politiknya untuk benar-benar serius menuntaskan keseluruhan agenda keadilan transisional,” kata Wahyudi dalam keterangannya, Kamis (24/3).

Wahyudi menuturkan, pengungkapan kebenaran dapat menjadi pijakan untuk pengakuan nasional dan permintaan maaf kepada korban dan keluarganya, termasuk untuk ditindaklanjuti dengan pemenuhan hak atas pemulihan.

Dia pun mendesak Presiden Jokowi agar memastikan Jaksa Agung segera menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM atas kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM yang berat. Upaya itu bisa diakselerasi dengan kolaborasi multipihak dengan institusi HAM nasional, masyarakat sipil, dan stakeholder lainnya.

ELSAM juga meminta pemerintah segera menyiapkan langkah-langkah pemulihan yang menyeluruh bagi korban dan keluarganya, baik materiil maupun immateriil, ekonomi, fisik, dan psikis. Hal ini perlu mengacu pada proses pengungkapan kebenaran dan mekanisme penyelesaian lainnya yang dilakukan.

“Pengungkapan kebenaran telah dimandatkan TAP MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. TAP MPR ini memberikan mandat untuk membentuk Komisi Pengungkapan Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),” ujarnya.

Ketetapan tersebut meletakkan pengungkapan kebenaran sebagai salah satu agenda reformasi. Setelah agenda yang coba dibangun lewat Undang-Undang (UU) KKR dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006, agenda-agenda hukum dan kebijakan lain yang mengarah pada pengungkapan kebenaran belum nampak serius.

“Sebetulnya, MK telah memberikan sejumlah alternatif. Selain membentuk kembali UU KKR, MK juga menyarankan pembentukan kebijakan politik di tingkat kepresidenan tentang pengungkapan kebenaran,” katanya.

Sayangnya, wacana pemerintah Jokowi untuk membentuk Komisi Pengungkapan Kebenaran pada 2019 lalu, belum menunjukkan progres yang kasat mata. Alhasil, hingga kini penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masih mandek dan pemenuhan hak-hak korban masih terabaikan.

139