Home Hukum Dua Karyawan Diperiksa soal Korupsi Asabri Komisaris PT SIP

Dua Karyawan Diperiksa soal Korupsi Asabri Komisaris PT SIP

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) memeriksa pegawai PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan PT Danareksa Sekuritas dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri (Persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012–2019.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, pada Kamis (31/3) di Jakarta, menyampaikan, kedua karyawan tersebut yakni EFS dari PT BEI dan BA PT Danareksa Sekuritas.

Penyidik memeriksa kedua orang karyawan dari dua perusahaan tersebut sebagai saksi untuk tersangka RARL, Komisaris PT Sekawan Inti Pratama (PT SIP).

“[Mereka diperiksa terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri (Persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2019,” ujarnya.

Pemeriksaan saksi-saksi tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang membelit tersangka RARL.

Setelah menetapkan banyak tersangka dari kalangan individu dan korporasi dalam tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait Asabri, Kejagung masih terus mengembangkan kasus ini. Teranyar, Kejagung menetapkan 3 orang tersangka. Mereka yakni:

1. ESS (THS) selaku Wiraswasta (Mantan Direktur Ortos Holding, Ltd, ESS (THT).

Penyidik menetapkan yang besangkutan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-28/F.2/Fd.2/09/2021, tanggal 14 September 2021.

2. Mantan Komisaris Utama PT Sinergi Millenium Sekuritas, B, yang awalnya bernama PT Milenium Danatama Sekuritas.

B menyandang status tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-29/F.2/Fd.2/09/2021, tanggal 14 September 2021.

3. Komisaris PT Sekawan Inti Pratama, RARL.

RARL menyandang status tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-30/F.2/Fd.2/09/2021, tanggal 14 September 2021.

Ketiga orang di atas ditetapkan sebagai tersangka karena perannya masing-masing. Untuk tersangka ESS, bermula sekitar tahun 2012 ada pertemuan antara direksi PT Asabri dengan ES, dan B terkait dengan rencana penjualan saham SUGI (PT Sugih Energi, Tbk).

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, lanjut Leo, ESS kemudian meminta bantuan Komisaris PT Millenium Danatama Sekuritas, B; dan pemilik PT Millenium Capital Management, LAC; untuk menjual saham SUGI, dengan kesepakatan jika B dapat menjual 1 lembar saham SUGI maka akan mendapatkan 2 lembar saham SUGI.

"Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, kemudian B yang mengelola saham SUGI aktif melakukan transaksi, di antara nominee-nomineenya sendiri sehingga berhasil menaikkan harga saham SUGI," ungkapnya.

Selanjutnya, B mendapatkan saham SUGI dari ESS sebanyak 250 miliar lembar yang transaksinya dilakukan secara Free Of Payment (FOP) melalui Nominee ES di Millenium Danatama Sekuritas.

Dalam tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 setelah berhasil menaikkan harga saham SUGI melalui nominee-nomineenya di PT Millenium Danatama Sekuritas, kemudian B menjual saham SUGI kepada PT Asabri (Persero).

"Saham SUGI tidak memiliki fundamental yang baik dan bukan merupakan saham yang liquid sehingga mengalami penurunan harga," ungkap Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kapuspenkum Kejagung sebelum ketut.

Pada saat saham SUGI mengalami penurunan harga sampai Rp140 per lembar, kemudian PT Asabri bekerja sama dengan 4 Manajer Investasi (MI) untuk memindahkan saham SUGI dari portofolio saham PT Asabri (persero) menjadi underlying portofolio reksadana milik PT Asabri di reksadana Guru, reksadana Victoria Jupiter, Reksadana Recapital Equity Fund, Reksadana Millenium Balanced Fund, dan Reksadana OSO Moluccas Equity Fund tidak dengan harga pasar wajar tetapi dengan harga perolehan.

"Sisa saham SUGI yang masih ada di portofolio saham PT Asabri (Persero) kemudian dijual di bawah perolehan (cutloss) pada PT Tricore Kapital Sarana," katanya.

Sedangkan peran tersangka B, lanjut Leo, yakni berawal dari PT Bumi Citra Permai, Tbk (BCIP) melakukan penawaran perdana di akhir Tahun 2009. Lantas Grup Millenium (PT Bumi Citra Investindo, Reksadana Millenium Berkembang, Reksadana Millenium Equity, Millenium Equity Growth Fund, PT Millenium Danatama Indonesia dan Reksadana Millenium Dynamic Equity Fund) memiliki saham PT Bumi Citra Permai, Tbk (BCIP) sebanyak 61%, dan Komisaris utama PT BCIP adalah Tahir Ferdian yang merupakan mertua dari B sehingga saham BCIP dikendalikan oleh B.

"B selaku pengendali saham BCIP menawarkan saham BCIP kepada PT Asabri (Persero) melalui IWS, sehingga saat itu, IWS bersepakat dengan B," katanya.

Kesepakatannya, yakni bahwa PT Asabri akan membeli saham BCIP dengan catatan apabila mengalami penurunan harga maka B harus membeli kembali saham tersebut atau menggantinya dengan saham yang lebih bagus.

Leo melanjutkan, pembelian perdana saham BCIP dilakukan pada tahun 2014 dan berlanjut sampai dengan tahun 2017 tanpa adanya penawaran dari emiten BCIP dan tanpa dilakukan analisa atas saham BCIP oleh Divisi Investasi PT Asabri (Persero), dalam melakukan transaksi saham BCIP dilakukan melalui pasar negosiasi.

Pembelian saham BCIP dilakukan pada saat harga tinggi, baik langsung dibeli untuk menjadi underlying portofolio saham PT Asabri (Persero) maupun dibeli langsung oleh reksadana-reksadana atau manajer investasi yang mengelola investasi PT Asabri (Persero), atau dijual terlebih dahulu kepada pihak ketiga, yakni Atrium Asia Capital Partners PTE, Ltd.

"Kemudian pihak ketiga menjual kembali secara negosiasi kepada reksadana atau Manajer Investasi yang mengelola investasi PT Asabri (Persero)," ujarnya.

Selanjutnya, pada tahun 2017 ketika saham BCIP mengalami penurunan harga, kemudian PT Asabri (Persero) memindahkan saham BCIP dari portofolio saham PT Asabri menjadi Underlying reksadana Millenium Balanced Fund dan Reksadana MAM Dana Berimbang Syariah dengan menggunakan harga perolehan atau lebih tinggi dari harga perolehan.

Adapun peran tersangka RARL, yakni berawal ketika PT Sekawan Intipratama, Tbk (SIAP) melakukan penawaran perdana saham SIAP pada tahun 2008. Kemudian, pada tahun 2014 melakukan Penawaran Umum Terbatas I dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sehingga sejak saat itu Fundamental Resources menguasai 99,74% saham SIAP.

"Bahwa RL merupakan beneficial owner dari Fundamental Resources dan PT Indo Wana Bara Mining Coal (IWBMC). Bahwa setelah Penawaran Umum Terbatas I kemudian Fundamental Resources melakukan mutasi saham kepada pihak-pihak yang terafiliasi dengannya, di antaranya kepada PT Evio Securities dengan instruksi Delivery Free Of Payment (DFOP)," katanya.

Menurut Leo, transaksi baik jual maupun beli saham SIAP dilakukan di antara anggota Group RL melalui PT Evio Securities sehingga terjadi binit up atas saham dan terjadi wash sale sehingga seolah-olah terjadi pergerakan harga saham.

Adapun saham SIAP pernah dihentikan sementara perdagangannya atau suspend oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 24 September 2014 dan 6 Februari 2015 sehingga saham SIAP sebenarnya tidak layak untuk diinvestasikan.

PT Asabri (Persero) pada tahun 2014 sampai dengan 2015 walaupun tanpa dibuatkan analisa terkait pembelian saham PT SIAP oleh Divisi Investasi, tetapi tetap melakukan pembelian saham SIAP melalui PT Evio Sekuritas melalui di pasar negosiasi dengan harga Rp170 per lembar sampai dengan Rp415 per lembar.

"Pembelian saham SIAP pada bulan Desember 2014 dilakukan pada saat harga tinggi karena setelah itu mengalami penurunan harga," katanya.

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka ketiga orang di atas melanggar sangkaan primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun sangkaan subsidernya, yakni melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik Pidsus Kejagung langsung menahan atau memasukkan mereka ke dalam sel tahanan. Untuk tersangka ESS (THS) yang juga berstatus terpidana perkara korupsi Dana Pensiun Pertamina, saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A, Salemba Jakarta Pusat.

Sedangkan tersangka B yang juga berstatus terpidana perkara korupsi Dana Pensiun Pertamina, saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A, Tanggerang, Banten. Adapun tersangka RARL yang berstatus terdakwa perkara Danareksa, saat ini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.

446