Home Hukum Kejagung Periksa Dua Eks Komisaris Garuda soal Korupsi Pesawat 3 Tersangka

Kejagung Periksa Dua Eks Komisaris Garuda soal Korupsi Pesawat 3 Tersangka

Jakarta, Gatra.com – Penyidik Jaksa Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kejagung (Pidsus Kejagung) memeriksa dua eks atau mantan komisaris PT Garuda Indonesia, WA dan BR, soal kasus dugaan korupsi Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2011–2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana di Jakarta, Senin (4/4), menyampaikan, kedua komisaris Garuda Indonesia tahun 2013 tersebut diperiksa sebagai saksi untuk 3 tersangka.

“Saksi terkait dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2011–2021 atas nama tersangka AW, SA, dan AB,” katanya.

Selain itu, lanjut Ketut, penyidik juga memeriksa 2 orang saksi lainnya juga untuk ketiga tersangka. Dua saksinya yakni Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. sejak 23 Januari 2020 sampai sekarang, IS; dan Senior Manager Marketing Research PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. tahun 2005–2015, VY.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat udara,” katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 3 orang tersangka, yakni AW selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. 2009-2014 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim pengadaan pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012. Dia ditetapkan pada Kamis, 24 Februari 2022.

Kemudian, SA selaku Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia periode 2011-2012 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 24 Februari 2022.

Terakhir, Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2005–2012, AB berdasarkan Surat Penetapan Tersangka No: TAP/11/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 10 Maret 2022. Kejagung telah menahan seluruh tersangka di atas untuk mempercepat proses penyidikan kasus yang membelit mereka.

Ketut menjelaskan posisi singkat kasusnya, yakni pada kurun waktu 2011–2021, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah melakukan pengadaan pesawat udara dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600.

Pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang dilaksanakan dalam periode tahun 2011–2013 terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya, antara lain kajian feasibility study atau Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan, dan analisis risiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa, yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil, dan wajar serta akuntabel.

Kemudian, proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang atau jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.

Selanjutya, adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture.

Akibat dari pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang menyimpang tersebut mengakibatkan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.

Atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait, dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc -Kanada dan perusahan Avions de transport regional) (ATR) Perancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S. Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut.

Untuk jumlah kerugian negaranya, Kejagung telah dilakukan permintaan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara kepada BPKP Pusat dan telah dilakukan ekspose atau gelar perkara antara Tim Penyidik dengan Tim BPKP serta telah diperoleh kesimpulan adanya Kerugian Keuangan Negara dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimaksud. Proses perhitungannya sedang dilakukan oleh Tim Auditor dari BPKP.

Atas perbuatan tersebut Kejagung menyangka AB melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiair, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

157