Home Ekonomi Pemulihan Ekonomi Saat Krisis Ukraina dan Rusia, Ini Analisisnya

Pemulihan Ekonomi Saat Krisis Ukraina dan Rusia, Ini Analisisnya

Jakarta, Gatra com- Kepala Badan Kebijakan FIskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, jika berbicara mengenai exit strategy berdasarkan pengalaman atau tantangan pada 2020 dan 2021 maka boleh dibilang kebijakan Indonesia relatif yang paling kredibel di seluruh dunia.

Sebab, lanjutnya, di banyak negara, bahkan sebelum krisis Ukraina, banyak negara belum yakin untuk kembali ke kondisi ekonomi saat pra pandemi. Indonesia termasuk sedikit negara yang sudah kembali ke level ekonomi 2019, sebelum pandemi.

Berbekal hal itu dengan proyeksi pereknomian tumbuh 5,2 persen di akhir 2022, menurut Febrio, pengangguran juga akan turun. Dia menguraikan angka pengangguran Indonesia berada di angka 5,23 persen sebelum pandemi, lalu naik tajam ke 7,07 persen di 2020.

Tetapi Indonesia berhasil dengan kebijakan yang well targeted, yakni PEN sehingga di 2021 berhasil menurunkan tingkat pengangguran ke 6,49 persen, kendati masih di atas 2019.

"Maka di 2022 dengan perekonomian yang terlihat akan sangat kuat, dan kita harus menurunkan lagi pengguran ke angka yang lebih rendah lagi yakni 5,23 persen. Jadi bisa kembali ke angka sebelum pandemi," ungkap Febrio dalam Virtual Seminar LPPI ke-72, Kamis (7/4).

Di sisi lain, tingkat kemiskinan juga diharapan bisa diturunkan dari 10,2 persen di 2020 menjadi 9,7 di 2021. Nah ini sudah hampir mendekati angka pra pandemi, sehingga kita harapkan di 2022 ini kita harusnya sudah bisa kembali level 9,2 sebelum pandemi. "Karena apa, karena PEN kita tadi disiapkan untuk UMKM dan rumah tangga," tegas Febrio. 

Saat ini, dengan berbagai tantangan kenaikan harga komoditas, menurut Febrio, strategi pemerintah tetap sama. Yakni melindungi masyarakat miskin dan rentah, memastikan daya beli mereka kendati harga-harga meningkat.

Adapun Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo mengatakan, munculnya krisis Ukraina memberi dampak tersendiri bagi proses pemulihan ekonomi secara glonal. Sebab proses recovery yang terjadi dan diyakini akan lebih baik dari tahun 2021.

Menurut Budi mungkin akan ada bias ke bawah. Artinya ada yang menghambat exit strategy yang telah disusun bersama, salah satunya dalam Presidensi G20 belum lama ini.

Dody menyebutkan, yang akan berdampak ke semua negara dari adanya konflik Ukraina adalah dari jalur perdaganan. Kendati nilai perdagangan Ukraina hanya tiga persen terhadap global, namun jika melihat dampak tidak langsung, akan meluas.

Hal ini menurut Budi yang mempengaruhi outlook baru dari pada IMF, yang dalam dua minggu dari sekarang akan diumumkan. “IMF merevisi pertumbuhan ekonomi global dari 4,4 persen ke arah bawah, mungkin di bawah 4 persen," ujarnya.

Ekspor yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi kita dalam beberpa kuartal terakhir ini akan menjadi tantangan dari sisi permintaanya. "Karena volume demand terpengarih kita negara-negara lain mengoreksi pertumbuhanya. Inilah tantangan kita di tengah harga komoditas yang tinggi," jelas Budi.

Dia menambahkan, harga komoditas jangan hanya melihat dari sisi harga energi, gandum, tetapi perlu melihat dari harga komoditas lain yang berdampak tidak langsung dari akibat geopolitik ini.

63