Home Apa Siapa Menkop dan UKM-Menkum HAM Sepakti Tiga Persoalan Hukum terkait Koperasi

Menkop dan UKM-Menkum HAM Sepakti Tiga Persoalan Hukum terkait Koperasi

Jakarta, Gatra.com – Menteri Koperasi (Menkop) dan UKM, Teten Masduki, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly, menyepakati tiga hal mendasar dalam penguatan dan pengembangan koperasi, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum.

Ketiga hal tersebut, yakni koordinasi penguatan perizinan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), penanganan KSP dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dan Undang-Undang (UU) Perkoperasian.

Menkop dan UKM, Teten Masduki, dalam keterangan pers, Selasa (12/4), menyampaikan, kesepakatan tersebut terjalin dalam audiensi dengan Menkumham Yasonna. Dalam audiensi tersebut, Teten didampingi oleh Sekretasis Kementerian, Arif Rahman Hakim; Deputi Bidang Perkoperasian, Ahmad Zabadi; Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Ekonomi Kerakyatan, Riza Damanik; Staf Khusus Menteri Bidang Hukum, Pengawasan Koperasi, dan Pembiayaan, Agus Santoso.

Dalam pembicaraan tersebut, Menkumham berpandangan bahwa perlu Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Koperasi dan UKM dengan Menteri Hukum dan HAM tentang pengaturan lebih lanjut terhadap proses pemberian izin KSP. Antara lain, notaris wajib terlebih dahulu meminta rekomendasi dari Deputi Perkoperasian sebelum menyusun Akta Pendirian Badan Hukum Koperasi.

Kedua, kewenangan pendirian badan hukum tetap merupakan kewenangan Kementerian Hukum HAM. Ketiga, Izin usaha simpan pinjam tetap merupakan kewenangan BKPM.

Teten menyampaikan bahwa rekomendasi Deputi Perkoperasian, antara lain akan menyangkut aturan permodalan, persyaratan dalam rangka fit and proper test calon pengurus KSP, persyaratan bahwa pendiri tidak terafiliasi dengan industri keuangan, dan mengajukan business plan yang feasible.

"Agar Deputi Perkoperasian bersama Biro Hukum dan Kerja Sama berkoordinasi dengan Dirjen AHU untuk menyiapkan draft SKB dimaksud," ujarnya.

Menyangkut penanganan KSP dalam PKPU, Menkumham memiliki pandangam serupa dengan Teten bahwa praktik UU PKPU terhadap KSP tidak memberikan perlindungan yang cukup atas pengembalian simpanan anggota koperasi.

Yasonna menyampaikan agar pekan depan dapat dijadwalkan pertemuan antara Menteri Hukum dan HAM, bersama Menteri Koperasi dan UKM dengan Ketua Mahkamah Agung (MA). Tujuannya, untuk berkonsultasi kepada MA apakah memungkinkan untuk membuat pedoman bagi para Hakim Pengadilan Niaga, berupa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

Kemudian, sebagai upaya mengantisipasi kemungkinan adanya permohonan PKPU terhadap KSP pada masa yang akan datang, perlu dipikirkan bersama agar Hakim Pengadilan Niaga sangat berhati-hati untuk mengabulkan permohonan PKPU terhadap KSP.

Selain itu, dalam hal terjadi lagi putusan PKPU terhadap KSP, perlu dipikirkan pula apakah kepada para hakim dapat diberi pedoman agar putusan PKPU Pengadilan dapat memberi kewenangan pemberesan kepada Pemerintah cq Balai Harta Peninggalan (BHP).

Kemudian, Hakim Pengadilan Niaga sepatutnya memutuskan PKPU atas dasar jumlah aset yang dimiliki KSP (asset based resolution), sehingga ada kepastian bahwa aset KSP yang ditangani tim pemberes (BHP) akan mencukupi tagihan pembayarannya.

"Deputi Perkoperasian dan Kasatgas bersama Dirjen AHU akan segera menyiapkan bahan dan menjadwalkan pertemuan dimaksud," ucap Teten.

Menteri Teten menambahkan, atas dasar pertemuan dengan MA, akan dilakukan pertemuan dengan Menko Polhukam, Menteri Koperasi dan UKM, serta Kapolri untuk membahas aspek penegakan hukum terkait 8 KSP yang saat ini dalam PKPU

Sementara itu, menyangkut Hak Inisiatif Pemerintah untuk menyusun RUU Perkoperasian yang baru, Menkumham mengatakan, bahwa sifat pengajuannya adalah berdasarkan Kumulatif Terbuka. Jadi RUU Perkoperasian ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di luar tahapan Prolegnas yang bersifat umum, tetapi atas dasar akibat putusan Mahkamah Konstitusi (vide Pasal 23 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan).

Disebut Kumulatif karena bersifat tambahan, dan terbuka karena dapat diajukan kapan saja. "Tentang pengajuan RUU Perkoperasian ini Sekretaris Kementerian cq Biro Hukum dan Kerja Sama serta Deputi Perkoperasian agar berkoordinasi dengan Dirjen PP," kata Teten.

132