Home Ekonomi Bersama Astra Rambah Pasar Digital, Teh Herbal Dewiti Panen Cuan

Bersama Astra Rambah Pasar Digital, Teh Herbal Dewiti Panen Cuan

Bantul, Gatra.com – Di tengah hantaman pandemi Covid-19, usaha teh herbal ‘Dewiti’ bangkit dan semakin besar cakupan bisnisnya usai terjun ke pasar digital. Perubahan orientasi pasar ini atas saran dari tim pendamping Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA).

Pada Senin (11/4), tim YDBA mengajak wartawan berkunjung ke rumah produksi teh herbal Dewiti yang beralamat di Gang Randhim, Dusun Tegal Kenanga, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Usaha ini berdiri pada 2008 silam. Melalui CV Dewi Makmur yang diurus pada 2010, kami memproduksi aneka teh herbal seperti teh celup angkak, teh celup daun jati cina, teh celup daun kelor, teh celup daun manggis, dan teh celup daun sirsak,” kata Herdiana Dewi Utari atau Dian, pemilik Dewiti.

Di awal usaha bermodal Rp20 juta itu, Dian mengaku fokus mengembangkan produk teh rosela yang tengah booming. Sistem pemasaran dari toko ke toko menjadi pilihan dalam strategi pemasaran Dewiti.

Meski sudah mengikuti berbagai pameran UMKM di berbagai daerah sejak 2011, teh herbal Dewiti masih diproduksi secara tradisional dan berskala rumahan. “Salah satu kendalanya adalah modal produksi untuk membeli bahan baku. Saya membutuhkan modal yang lebih besar,” katanya.

Titik kesuksesan Dian dan teh herbalnya terjadi pada 2017. Saat itu, teh herbal Dewiti menjadi binaan YDBA. Melalui pendampingan tim TDBA, Dian mengatakan mendapat serangkaian pelatihan tingkat dasar mulai soal keuangan, sumber daya manusia, pengemasan, sampai uji kontrol kualitas.

Selain itu, YDBA menginginkan produk binaan memenuhi lima pilar yang diwajibkan, di antaranya rajin, rapi, ringkes, dan resik.

“Sistem pelatihannya terus menerus dan tidak terhenti. Kalau terputus akan mengurangi nilai dan harus diulangi. Alhamdulilah pada tahun 2021 mendapatkan nilai tinggi dan naik kelas berkategori mandiri dari YDBA,” kata Dian.

Ia mengungkapkan banyak hal yang dipelajari saat menjadi ‘murid’ tim binaan YDBA. Misalnya soal proses produksi mulai dari bahan baku sampai barang jadi yang lebih efisien. Selain itu, pengemasan mengalami perubahan dan semakin menarik. Hasilnya, saat ini Dewiti mampu memproduksi 15 kilogram teh herbal dalam sehari.

“Kemasan semakin eye catching dan ada pelatihan digital marketingnya. Saya awalnya cuma bisa WA-an, sekarang lebih paham mendampingi tim konten digital untuk menghasilkan karya produksi makin menarik dan disukai pelanggan,” paparnya.

Tim pendampingan YDBA juga menyarankan Dian untuk masuk ke pasar digital melalui marketplace dan media sosial. Dari sini, CV Dewi Makmur membentuk tim digital marketing untuk mengunggah di kanal Youtube, Instagram, sampai Tik-Tok mengenai semua produk teh herbal Dewiti.

“Bahkan website yang dulu sempat tidak terurus, dengan kehadiran tim digital marketing sekarang memiliki beragam konten dan semakin inovatif,” lanjutnya.

Sebagai bukti efektifnya pasar digital, Dian menyatakan selama pandemi Dewiti malah panen cuan. Pesanan teh herbal terutama yang mengandung jahe, sereh, sampai teh hitam mengalami lonjakan signifikan.

“Ada juga wedang uwuh karena sempat booming teh herbal baik untuk ketahanan tubuh dan kesehatan. Kenaikannya mencapai 70 persen melalui pesanan online,” ujarnya.

Dian menjelaskan, sampai saat ini produknya sudah tersebar di sejumlah supermarket di Jabotabek dan Bandung, serta lewat agen penjualan di Riau. Sebagian besar produk Dewiti dipasarkan melalui marketplace dan media sosial seperti Facebook, Twitter, hingga instagram.

Dian menambahkan, pelatihan di bidang digital ini membuat usahanya mampu bertahan dan diharapkan lebih baik lagi usai pandemi Covid-19. Namun, ia mengakui memulai dan mengembangkan usaha tersebut terbilang tidak mudah dan harus menjalani tahapan demi tahapan yang telah ditentukan tim YDBA.

Dian berharap, pada masa mendatang, Dewiti makin berkembang. Apalagi ia sudah mengantongi izin dari Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM), sehingga produknya dapat dipercaya masyarakat dan bisa memperluas pasar ke luar negeri.

“Semua kandungan dan khasiat teh herbal ini bisa terjaga karena ada tim apoteker yang mengawasinya. Masyarakat juga semakin percaya karena ada izin edar dari BBPOM,” paparnya.

Anggota tim asesmen YDBA wilayah Yogyakarta, Fransisca Wisni Kristanti, menjelaskan, teh herbal Dewiti berhasil menunjukkan perkembangan yang bagus dari tahun ke tahun. Sejak 2017, Dewiti mengalami kenaikan omzet bahkan saat pandemi Covid-19 melanda.

“Dewiti terus mengalami perkembangan usaha. Saya berharap usai pandemi Covid-19 bisa lebih baik lagi. Kami saat ini membimbing 425 UKM di sektor manufaktur, perbengkelan, serta kerajinan dan kuliner. Dari total UKM itu, baru ada 28 UKM berkategori mandiri, termasuk Dewiti ini,” ungkap Wisni.

Ia menjelaskan, setiap UKM yang dibina YDBA harus mengikuti sejumlah asesmen dengan instruktur dari Jakarta. Asesmen meliputi asesmen tingkat dasar seperti soal keuangan, fisik, mental, pembukuan, perizinan, kontrol kualitas, dan sumber daya manusia.

“Asesmen selanjutnya adalah penerapan 5R. Setelah itu baru bisa dikatakan mandiri. Dewiti mendapatkan nilai 83 dari nilai minimal untuk kategori mandiri 75. Dengan kategori mandiri, UKM mendapat keuntungan seperti prioritas dikunjungi seperti hari ini hingga memperluas pemasarannya,” terang Wisni.

Wisni mengakui, banyak perubahan yang dicapai Dewiti hingga dikategorikan mandiri. Sebagai contoh, saat ini Dewiti mencantumkan label komposisi dan khasiat produk, memiliki layout area produksi, dan mempunyai ruang ganti khusus yang terpisah dengan mesin produksi.

"Saat ini setiap bagian sudah ada SOP-nya. YDBA tetap mendorong UKM binaan agar menjadi mandiri namun terkendala keaktifan UKM yang dibina. Apalagi di masa Covid-19 ini banyak UKM yang tutup,” jelasnya.

Wisni mengakui, UKM binaannya itu belum mampu memenuhi sejumlah persyaratan asesmen, seperti mengantongi Perizinan Industri Rumah Tangga (PIRT) untuk UKM manufaktur dan bengkel atau BBPOM untuk kuliner. Pengusaha tersebut juga harus memiliki NPWP.

Pendapat senada diungkapkan Ketua Pengurus YDBA Sigit P. Kumala yang akan terus mendorong lebih banyak UKM untuk lebih mandiri. Namun, semua berpulang kepada para pengusaha kecil, terutama menyangkut kesiapan mental dan konsistensi mereka.

“Awalnya mereka bersemangat. Namun saat ada pandemi Covid-19, semangat itu langsung kendur. Ini tugas berat untuk melatih kesiapan mental para pengusaha agar jangan sampai putus asa,” tandasnya.

Sigit menambahkan, YDBA akan melakukan kolaborasi antar-UKM binaan. Misalnya saat produksi UKM manufaktur menurun, sedangkan UKM kuliner membutuhkan mesin untuk pengolahan makanan.

“Hal semacam ini bisa dikolaborasikan antar -UKM binaan di YDBA. Apalagi Presiden Jokowi menuntut kandungan lokal dalam mesin produksi bisa ditingkatkan,” pungkas Sigit.

271