Home Regional 17 Ribu Pelanggan Terdampak Banjir Lumpur Serayu, PDAM Banyumas Minta Maaf

17 Ribu Pelanggan Terdampak Banjir Lumpur Serayu, PDAM Banyumas Minta Maaf

Banyumas, Gatra.com – Manajemen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Satria, Banyumas, Jawa Tengah meminta maaf kepada belasan ribu pelanggan yang terganggu pelayanannya sejak 1 April 2022 lalu.

PDAM Tak bisa mengolah air baku dan didistribusikan ke pelanggan lantaran sumber air utama, yakni Sungai Serayu, mengalami banjir lumpur akibat flushing atau pembuangan lumpur di Bendungan PLTA Mrica, Banjarnegara. Tercatat suplai air ke sebanyak 17 ribu pelanggan terhenti total.

“Terhentinya Pasokan air baku dari PDAM Tirta Satria Purwokerto pada 17 ribu pelanggan,” kata Direktur Teknik PDAM Tirta Satria, Wipi, dalam keterangan resmi Fortasi, Selasa malam (12/4).

Wipi meminta maaf kepada pelanggan PDAM karena terhentinya pelayananan air. Sebagai konsekuensi pengganti layanan, PDAM mengirimkan suplai air ke pelanggan dengan menggunakan tangki air.

Ia juga menyatakan, PDAM telah berupaya mengolah air secara ekstra. Akan tetapi, hasilnya masih belum maksimal dan tetap masih ada pelanggan yang terganggu pelayanannya.

“Guna pemenuhan kebutuhan air pelanggan PDAM walau belum bisa mencapai target 100 persen,” ucapnya.

Diketahui, PT Indonesia Power telah melakukan kegiatan pembuangan limbah lumpur pekat dua kali di Bendungan Mrica atau Bendungan Soedirman, Banjarnegara, antara tanggal 01 sampai 08 April 2022. Selain mengganggu suplai PDAM di Banyumas, gelontoran lumpur ini juga membuat PDAM Cilacap kesulitan mengolah air.

Akibatnya, sebanyak 70 ribu pelanggan PDAM Cilacap turut terdampak banjir lumpur ini. Mereka tersebar di 11 kecamatan.

Kepala Bagian produksi PDAM Cilacap Alamsyah Andriptoni bahwa kekeruhan dari tanggal 2 sampai tanggal 9 April 2022 mecapai 8 ribu hingga 24 ribu NTU, atau kadar lumpur sangat pekat. Amonia NH3 mencapai tiga kali batas ambang normal.

“Untuk mengatasi ketersediaan kebutuhan pelanggan mengambil langkah dengan mengolah secara ekstra air bercampur lumpur walau hasilnya tidak maksimal,” kata Alamsyah.

Pemerhati Sungai yang juga Ketua Forum Masyarakat Pariwisata Sungai Serayu (FMPS) Eddy Wahono mengatakan, flushing lumpur yang tidak terkoordinasi berdampak signifikan terhadap ekosistem Sungai Serayu.

Dalam jangka pendek, kondisi ini mengancam kepunahan biota endemik yang berada di Sungai Serayu. Sementara, dalam jangka panjang, kondisi keruhnya air akan menyebabkan ancaman ekosistem Sungai Serayu secara keseluruhan.

Karena itu, ia mendesak agar PT Indonesia Power sebagai pengelola PLTA Mrica tidak lagi melakukan pembuangan lumpur ke Sungai Serayu. Jalan paling aman, kata dia, adalah dengan menyedot lumpur di Bendungan Mrica, dengan risiko memakan biaya lebih besar.

“Dan kualitas air pun sudah semakin memburuk, justru. Ini yang mengancam kelestarian dari sungai strategis nasional kita, Sungai Serayu,” ujarnya.

Eddy Wahono mengungkapkan, pembuangan flushing itu tidak dikoordinasikan dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) maupun pemerintah daerah dan masyarakat di sepanjang aliran Sungai Serayu.

Dia menambahkan, permintaan flushing juga pernah dilakukan pada 2018, namun ditolak oleh Pengelola Sumber Daya Air (PSDA) lantaran dampaknya besar dan akan mengancam ekosistem Serayu hilir.

1196