Home Hukum Lili Pintauli Diduga Dapat Fasilitas Nonton MotoGP, ICW: Dewas Harus Pro Aktif

Lili Pintauli Diduga Dapat Fasilitas Nonton MotoGP, ICW: Dewas Harus Pro Aktif

Jakarta Gatra.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai kondisi carut marut di internal KPK saat ini, isu pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar bukan hal mengejutkan lagi.

Menurut Kurnia, rekam jejak Llili Pintauli yang memang bermasalah, terutama pasca komunikasinya dengan pihak berperkara terbongkar ke tengah masyarakat.

“Jika kemudian dugaan ini terbukti, maka Lili telah berhasil mengikuti rekan kerjanya, yakni Firli Bahuri karena secara bersamaan mereka dua kali melanggar kode etik ketika bekerja di KPK,” kata Kurnia, Rabu (13/4).

ICW meminta Dewan Pengawas harus bertindak pro aktif untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang relevan, misalnya komunikasi antara Lili dengan pihak pemberi, manifest penerbangan, atau mungkin rekaman CCTV di sirkuit Mandalika dan tempat penginapan.

Selain itu, Dewan Pengawas harus segera membawa dugaan pelanggaran kode etik ini ke dalam persidangan etik. Terakhir, jika Lili terbukti melanggar kode etik, maka ICW mendesak agar Dewan Pengawas segera meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK (Pasal 10 ayat (4) huruf b PerDewas 02/20). Bahkan, tatkala permintaan itu diabaikan, Dewan Pengawas mesti menyurati Presiden agar segera memberhentikan Lili dengan alasan telah melakukan perbuatan tercela (Pasal 32 ayat (1) huruf c UU 19/19).

“Kedeputian Penindakan KPK harus segera menyelidiki dugaan pelanggaran ini dengan mengusut tindak pidananya, baik gratifikasi/suap/pemerasan. Sebab, ranah penindakan bukan berada di Dewan Pengawas. Sehingga, dibutuhkan koordinasi antara pihak Dewan Pengawas dengan Kedeputian Penindakan,” jelas Kurnia.

Kurnia menambahkan, dengan massifnya kritik masyarakat kepada Lili selama ini, sebaiknya ia mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK. Hal tersebut sejalan dengan mandat TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

“ICW yakin, misalnya kemudian dugaan pelanggaran kode etik ini terbukti, maka masyarakat semakin enggan untuk percaya kepada KPK. Tidak hanya itu, dengan Lili tetap menjabat sebagai pimpinan, bukan tidak mungkin semakin menyulitkan para pegawai KPK yang selalu mengkampanyekan nilai integritas kepada masyarakat. Pertanyaan sederhananya, bagaimana masyarakat akan percaya kepada KPK, jika pada level pimpinannya saja dipenuhi dengan berbagai persoalan,” imbuh Kurnia.

79