Home Nasional RI Harus Prioritaskan De-risking Kebijakan Guna Pendanaan Transisi Energi

RI Harus Prioritaskan De-risking Kebijakan Guna Pendanaan Transisi Energi

Jakarta, Gatra.com – Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 merupakan peluang untuk membangun kerja sama dan mencari dukungan dari negara-negara G20 dalam mencapai target net zero emission (niremisi) pada 2060 atau lebih awal.

Pemerintah Indonesia menetapkan transisi energi sebagai salah satu isu prioritas dalam konferensi tingkat tinggi G20. Energy Transition Working Group (ETWG) mengidentifikasi tiga masalah utama, yakni aksesibilitas, optimalisasi teknologi, dan pendanaan.

Manajer Proyek Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) Indonesia, Agus Tampubolon, menyebut ada dua jenis instrumen yang relevan untuk mengatasi masalah pengembangan energi terbarukan, yaitu de-risking kebijakan dan de-risking keuangan.

Menurut Agus, Indonesia perlu memprioritaskan instrumen de-risking kebijakan daripada de-risking keuangan. Kesimpulan itu diperoleh lewat studi sintesa bertajuk ‘De-Risking Facilities for the Development of Indonesia’s Renewable Power Sector’ yang dilakukan CASE Indonesia pada 2021.

“Saat ini, akses terhadap energi terbarukan masih rendah di masyarakat. PLTS Atap contohnya, harga yang masih di atas Rp10 juta per kWp menyebabkan hanya masyarakat berpenghasilan besar yang dapat memasangnya,” kata Agus dalam keterangannya, Jumat (15/4).

Padahal, kata Agus, masyarakat di luar perkotaan yang belum tersuplai listrik PLN yang bisa memperoleh manfaat besar dari PLTS Atap. Kondisi tersebut dapat meningkatkan akses warga terhadap listrik bersih.

Pendanaan infrastruktur energi terbarukan merupakan faktor penting dalam mengakselerasi transisi energi di Indonesia. Pemerintah menyebut Indonesia butuh total investasi sekitar US$1.177 miliar untuk membangun kapasitas terpasang sebesar 587 GW dari energi terbarukan pada 2060.

Penasihat Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia, Deni Gumilang, menuturkan bahwa climate financing dapat menjadi salah satu sumber pendanaan guna mendukung proses transisi energi di Indonesia.

“Berbagai mekanisme mobilisasi pendanaan dan investasi pembiayaan telah ada di Indonesia. Integrasi ataupun modifikasi terhadap berbagai instrumen yang ada juga dapat menjadi modalitas yang baik dalam menunjang proses transisi energi di Indonesia,” katanya.

Deni menambahkan, prioritas instrumen de-risking kebijakan diperlukan karena isu-isu yang lebih banyak dihadapi saat ini adalah aspek regulasi. Kerangka peraturan dan lingkungan bisnis yang ramah untuk pertumbuhan energi terbarukan akan menjadi landasan kokoh bagi pendanaan ke depan.

Menurut Deni, kondisi tersebut bisa dipenuhi melalui beberapa implementasi instrumen de-risking kebijakan. Kesatu, meningkatkan target dan kebijakan energi terbarukan terutama dalam hal kejelasan, konsistensi, kredibilitas, dan koherensi.

Kedua, reformasi kebijakan insentif dan penetapan harga, khususnya kebijakan penetapan harga dan subsisi yang berfokus pada energi terbarukan. Ketiga, menciptakan proses perizinan dan pengadaan yang efektif dan efisien guna memberikan keamanan dan kepastian investasi.

Keempat, meningkatkan kualitas manajemen risiko proyek dengan memberikan standar, peringkat, dan dukungan teknis. Kelima, meningkatkan kelayakan dan kredibilitas proyek dengan memfasilitasi penelitian, pengembangan proyek, serta pengembangan kapasitas.

509