Home Teknologi Mayoritas Data Pribadi Bocor karena Pemerintah, Kerugiannya Hingga Rp600 Triliun

Mayoritas Data Pribadi Bocor karena Pemerintah, Kerugiannya Hingga Rp600 Triliun

Yogyakarta, Gatra.com– Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyebut jika dirupiahkan, kerugian akibat kebocoran data pribadi berulang-ulang di Indonesia mencapai Rp600 triliun. Kesepakatan mengenai otoritas pengawas data pribadi diharapkan rampung dalam sidang DPR yang akan datang.

“Tentang RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), menjelang berakhirnya sidang rapur kemarin diberikan perpanjangan. Insya Allah dibahas lagi di masa sidang mendatang dan semoga ada titik temu beberapa isu krusial,” jelas Sukamta, Senin malam (5/4), di Kota Yogyakarta.

Menurut anggota DPR dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini, isu paling krusial yang masih belum mencapai titik temu antara DPR dan pemerintah adalah soal otoritas pengawas data pribadi.

DPR, menurut Sukamta, menghendaki lembaga tersebut bersifat independen dan langsung bertanggung jawab kepada presiden. Sedangkan pemerintah bersikeras lembaga ini ada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika.

“Padahal dari paparan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), tingkat kebocoran data yang mencapai 80 persen terjadi di lembaga dan badan milik pemerintah, bukan swasta. Dengan (lembaga) independen, kita ingin nantinya tidak sesama pemerintah mengawasi pemerintah seperti yang terjadi selama ini,” paparnya.

Karena belum ada lembaga yang resmi mengurusi data pribadi, kebocoran terjadi berulang-ulang dan belum ada satupun pihak yang dinyatakan bersalah dan mendapat tindakan dari negara.

“Hadirnya lembaga ini nantinya bertujuan untuk mengawasi pengelolaan data, penyimpanan data, dan digunakan untuk kepentingan apa, sehingga meminimalkan kebocoran data,” lanjut politisi PKS itu.

Selama ini, kata Sukamta, kebocoran data tidak menarik perhatian publik karena berada di ranah digital dan tidak terlihat. Sifatnya, sebut Sukamta, tidak seperti kebocoran minyak mentah di laut. Namun jika terus dibiarkan, dampak ekonominya sangat besar.

Menurutnya, pencurian dan penyalahgunaan data pribadi akan menutup peluang pemilik data asli untuk mengakses berbagai layanan publik serta rezekinya. Keberadaan lembaga ini juga untuk merehabilitasi data yang disalahgunakan ke pemilik aslinya.

Sukamta berkata, keberadaan lembaga independen langsung di bawah presiden akan memberikan kekuatan, keberanian, dan kemauan untuk menegakkan peraturan sesuai UU. DPR juga tidak ingin lembaga ini over-action.

Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Paska Darmawan menyebut kehadiran lembaga pemerintah yang mengurusi data pribadi sangat urgen.

“Survei kami, masih banyak masyarakat yang belum tahu RUU PDP itu apa dan jika mengalami kebocoran data mereka harus lapor ke mana. Badan ini untuk mengevaluasi dan memonitor implementasi kebijakan data pribadi bagi kepentingan publik” jelas Paska.

Kehadiran badan publik yang independen dalam penerapan UU PDP ini juga dinilai sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjaga data pribadi dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

255
PKS