Home Ekonomi Pemerintah Terlibat Mafia Minyak Goreng, Ini Kata Pengamat

Pemerintah Terlibat Mafia Minyak Goreng, Ini Kata Pengamat

Pekanbaru, Gatra.com - Keterlibatan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam kasus mafia minyak goreng, memantik rasa pesimis bakal tuntasnya persoalan tindak pidana korupsi itu.

Akademisi Universitas Riau, Edyanus Herman menyebut bahwa fakta keterlibatan pemerintah dalam kasus itu membuat khawatir publik di Riau. Sebagai daerah sentra sawit di Tanah Air, persoalan minyak goreng hanya satu masalah dari sekian masalah di ranah sawit. 

"Selagi pemerintah menjadi bagian dari masalah, maka persoalan di sektor usaha kelapa sawit di Riau sulit untuk diurai. Di Riau, masalah pelarangan ekspor minyak goreng dan harga minyak goreng yang mahal, hanya menambah persoalan," kata Ekonom Universitas Riau itu pada Selasa (26/4). 

Ia menyebut, larangan ekspor minyak goreng berserta bahan bakunya pada 28 April mendatang, berpotensi menggiring peningkatan jumlah orang miskin di Riau. Kebijakan itu juga rentan mendorong tindakan penyelundupan minyak goreng ke luar negeri. Kedua potensi masalah itu membutuhkan aksi cekatan pemerintah. 

"Hulu dan hilirnya bakal terdampak. Di hulu, petani sawit tentu harga panennya bakal jatuh. Sementara di hilirnya, harga minyak sawit yang tinggi di pasar internasional bakal jadi godaan untuk penyelundup," ujarnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, Riau menyumbang 19,90% dari total produksi kelapa sawit Indonesia. Jumlah tersebut setara 9,78 juta ton. 

Di Riau sendiri terdapat lebih dari 200 ribu kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya pada kebun sawit. Dari jumlah tersebut cukup banyak yang mengolah lahan sawit sekitaran 2 hektare. 

Adapun sejak Presiden Jokowi melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Riau telah anjlok dari yang semula menembus angka Rp3.000 per kilogram menjadi bekisar Rp1.700-Rp2.000 per kilogram. 

"Semakin sedikit lahan yang dikelola maka kian besar potensi petani terjerat kemiskinan. Sebab harga pupuk masih mahal, harga kebutuhan pokok lainya juga naik. Sehingga akan mempengaruhi ekonomi di kampung-kampung kelapa sawit," tegas Edyanus. 

Sementara itu Gubernur Riau, Syamsuar mengungkapkan pascakeputusan pelarangan ekspor minyak sawit oleh Presiden Jokowi, pemerintah provinsi telah mendapat laporan dari pemerintah kabupaten akan antrean truk sawit di sekitar pabrik. Antrean tersebut lantaran pabrik kelapa sawit mengurangi pembelian TBS. 

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat Medali Emas Manurung, berharap pemerintah melakukan tindakan terhadap spekulan di pabrik sawit.  Menurut Gulat, kebijakan Presiden Jokowi tersebut hingga kini belum memiliki peraturan turunan. Oleh sebab itu sikap pabrik sawit yang membeli murah atau menolak TBS petani perlu dipertanyakan. 

82