Home Hukum KKI: Perkara Kepailitan dan PKPU Melonjak Lebih dari 100%

KKI: Perkara Kepailitan dan PKPU Melonjak Lebih dari 100%

Jakarta, Gatra.com – Ketua Kosultan Kepailitan Indonesia, Lenny Nadriana, mengatakan, saat ini perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) meningkat di atas 100% pascapandemi Covid-19 melanda Indonesia.

“Begitu maraknya kasus Kepailitan dan PKPU di 5 Pengadilan Niaga di Indonesia. Pada masa 2 tahun pandemi ini, perkara PKPU dan Kepailitan ini hampir naik lebih dari 100%. Itu data yang kami kumpulkan,” katanya dalam diskusi tentang kepailitan dan soft launching KKI di Jakarta akhir pekan ini.

Menurut Lenny, tingginya perkara kepailitan dan PKPU ini tidak terlepas atau sangat erat dengan kondisi perekonomian yang dihantam pagebluk Covid-19 sudah hampir selama 2 tahun. Eratnya hubungan antara Kepailitan dan PKPU dengan kondisi perekonomian tersebut sebagaimana sejarah lahirnya Kepailitan dan PKPU pada krisis moneter tahun 1998 silam.

“Bank Dunia dan IMF [ International Monetary Fund] menginginkan ada satu jalan keluar untuk selesaikan kredit macet di Indonesia,” ujarnya.

Kemudian, sebagai salah satu syarat mendapatkan pinajaman IMF, pemerintah Indonesia pun menerbitkan Perpu dan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU Nomor 1 Tahun 1998 yang diubah dengan UU Nomor 37 Tahun 2004.

Tingginya angka permohonan Kepailitan dan PKPU tersebut, lanjut Lenny, yang mendasari pihaknya mendirikan KKI. “Jadi sangat masih merupakan hal yang seksi PKPU dan Kepailitan ini,” ucapnya.

Kemudian, saat ini tengah marak investasi yang terkena permasalahan hukum pidana atas dugaan penipuan penggelapan dan seterusnya. Sebetulnya, PKPU dan Kepailitan ini merupakan salah satu jalan terbaik bagi debitor dan kreditor untuk menyelesaikan permasalahan.

“Kami juga punya misi membantu para kreditor karena para kreditor harus punya seperti sentral data, pusat data. Nanti kami akan punya pusat data perkembangan Kepailitan dan PKPU,” katanya.

Selain itu, ujar Lenny, pendirian KKI ini diharapkan dapat mengedukasi para pihak, termasuk masyarakat agar memahami soal Kepailitan dan PKPU. Pasalnya, sekitar 40% perusahaan dan pribadi yang dimohonkan PKPU dan Kepailitan mereka masih bingung.

“Itu semua dalam kondisi bingung karena walaupun PKPU dan Kepailitan itu bukan hal yang baru, tapi ketika seorang debitor menjadi termohon kepailitan, itu menjadi bingung,” ujarnya.

Padalah, kata Lenny, diajukan gugatan PKPU dan Kepailitan itu bukan merupakan akhir segala-galanya. PKPU dan Kepailitan ini malah bisa menjadi jalan atau wadah untuk melakukan resrtukturisasi kewajiban-kewajiban, baik itu utang hingga kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu perusahaan.

“KKI ini kami sudah daftar di Kemenkumham dan sudah dalam prosess sejak Februari 2022 dan kami juga sudah dapat domain name-nya,” kata dia.

Perkumpulan ini bukan berisi aktivis dari kepailitan dalam bidang hukum atau konsultan hukum di bidang kepailitan semata, tapi dari semua profesi atau lini yang masuk dalam ranah kepailitan, mulai dari konsultan hukum kepailitan, pengacara kepailitan, ahli atau akademisi kepailitan, konsultan lelang dalam kepailitan, apresial, dan lainnya. “Rekan-rekan kami siap bergabung di KKI,” katanya.

Pendiri KKI, Laksanto Utomo, menyampaikan, KKI ini merupakan organisasi baru yang dipimpin Lenny. Selain Laksanto, ada akademisi Prof. Faisal Santiago dan Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Tjotjoe Sandjaja Hernanto, selaku pembina sekaligus pendiri.

Senada dengan Lenny, Faisal menyampaikan bahwa PKPU dan Kepailitan ini merupakan cara relatif bagus bagi debitor dan kreditor ketimbang penyelesaian melalui hukum pidana. Pasalnya, ketika menjadi kasus pidana, investasi dari investor atau kreditor kerap tidak kembali.

“Selama ini banyak investasi-investasi yang gagal bayar ini, cenderung masyarakat kalau ini ditangani oleh kepolisian atau penegak hukum, setelah itu nasib investor ini terabaikan. Banyak tidak bisa kembali dana yang diinvestasikan,” ujarnya.

Menurut Faisal, meskipun PKPU dan Kepailitan tidak menjamin 100% dana atau apa pun yang dinvestaikan bisa kembali kepada investor, setidaknya tidak semua investasinya raib atau total loss.

“Paling tidak para investor mendapatkan kembali investasikan. Dahulu misalkan investasi Rp10 juta, ya minimal setengahnya kembali setelah asetnya dilelang,” katanya.

Sedangkan soal latar belakang pendirian KKI, kata Faisal, karena kian maraknya perusahaan investasi dan kian mudahnya berinvestasi di era digital ini. Kondisi tersebut juga mendorong masyarakat untuk berinvestasi.

“Di era digital, platform-platform investasi marak berdiri dan bertebaran. Bahkan, dari luar negeri pun sudah membuat platform-platform seperti itu. Ini adalah sesuatu hal yang wajar karena dengan teknologi ini tidak ada lagi batas ruang dan waktu,” katanya.

Tjoetjoe menambahkan, pendirian KKI ini sebagai wadah untuk sosialiasi, edukasi, dan konsultasi soal Kepailitan dan PKPU bagi masyarakat. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum memahaminya.

“Kami mengikuti kasus DNA Pro yang pemohonnya [PKPU] Bu Lenny, orangnya [kreditor] banyak, di dalam group itu 2.000 lebih, bertanya apa sih bedanya perdata sama PKPU. Apa bedanya PKPU dan kepailitan. Pemahaman ini yang kurang di masyarakat,” ucapnya.

Kondisi tersebut, lanjut Tjoetjoe, melahirkan ide untuk mendirikan KKI. “Jadi ide dasar dari pendirian KKI memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa dunia Kepaikitan dan PKPU ini seperti ini. Itu banyak orang yang tidak paham,” katanya.

912