Home Gaya Hidup Nikmatnya Makanan 'Ndeso' di Pinggir Sungai Bogowonto

Nikmatnya Makanan 'Ndeso' di Pinggir Sungai Bogowonto

Purworejo, Gatra.com- Libur panjang Hari Raya Idulfitri 1443 Hijriah dimanfaatkan oleh sebagian besar pelancong untuk menikmati wisata kuliner. Jika sedang mudik ke Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, bisa mampir ke Warung Makan Bogowonto di Kelurahan Pangen Jurutengah, Kecamatan/Kabupaten Purworejo. 
 
Warung makan berkonsep lawasan dengan interior, perabotan serta alat makan kuno ini berada di pinggir aliran Sungai Bogowonto. Pengunjung bisa makan sambil bersantai melihat indahnya sungai dan batuan andesit yang telah terbentuk akibat sedimentasi.
 
Sang pemilik usaha, Rinto Dwiyono sengaja memilih konsep lawasan karena rumah makan seperti ini belum ada di Purworejo. "Warung makan ini saya rintis sejak tahun 2017 lalu. Sesuai konsep lawasan, semua menu di sini juga masakan tradisional Jawa. Misalnya lodeh, oseng-oseng, macam-macam mangut ada mangut lele, mangut gurame. Kalau minumannya yang khas dan favorit pengunjung adalah beras kencur serta kunir asem," kata Rinto saat ditemui, Rabu (4/4/2022).
 
Menu 'ndeso'  favorit pengunjung adalah sayur lodeh jantung pisang dengan lauk iwak kali. Pada momen Lebaran tahun 2022 ini, pemilik rumah makan Bogowonto telah menyediakan berbagai macam menu masakan untuk yang ingin mengenang masa kecil atau mengenalkan aneka masakan tradisional. "Persiapannya tentu beda dengan Lebaran tahun lalu yang masih dilarang mudik. Untuk menu-menu favorit jumlahnya kami tambah. Sudah lumayan banyak yang pesan tempat untuk acara di sini," tambah Rinto.
 
Dengan harga yang relatif murah, sepiring nasi, sayur dengan lauk telur, kita hanya membayar Rp10.000. Tak heran jika banyak anak-anak remaja yang senang kongkow sambil menikmati indahnya senja di pinggir sungai. Lebaran hari kedua kemarin, ada sekitar 200 pengunjung menikmati santapan di rumah makan ini. 
 
"Saya menyediakan minuman jamu (kunir asem dan beras kencur) di sini karena menurut saya konsepnya pas. Saya lihat di Jogja banyak rumah makan modern menyediakan jamu tapi tidak laku, saya pikir mungkin karena properti dan makanan pendampingnya tidak 'match' dengan minuman jamu. Sekarang kalau makan western/korean food minumnya jamu kan nggak pas," ujar Rinto.
 
Bangunan rumah makan ini berbentuk joglo yang merupakan rumah khas Jawa Tengah. Kursi-kursi untuk duduk pengunjung pun merupakan kursi model lama. Alat makan bukan piring jaman sekarang melainkan ompreng (piring seng), alat makan khas desa tahun 70-an.
 
Salah satu pelanggan, Achmad Murtaqi (30) mengaku dirinya sering datang ke rumah makan itu karena memang lebih suka masakan tradisional. "Sering ke sini, suka masakannya. Harganya juga terjangkau  biasanya saya paling habis Rp15.000-20.000 udah dapat nasi komplit dan es kunir asem," kata Taqi yang datang bertiga.
 
Tema old school (kuno) ternyata juga bisa menarik milenial untuk datang. Tak hanya menu-menu kekorea-koreaan, menu khas desa pun masih disukai para milenial.
1346